Latest Post
Loading...

Senin, 17 Oktober 2011

Modul benjolan pada leher skenario 2

SKENARIO 2
Wanita 45 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan massa pada leher, berbenjol-benjol dirasakan sejak 3 bulan lalu. Benjolan dirasakan semakin membesar, berat badan menurun. Dua minggu terakhir timbul benjolan serupa pada lipatan paha dan ketiak.

KATA KUNCI

1.      Wanita 45 tahun
2.      Massa pada leher berbenjol sejak 3 bulan lalu
3.      Berat badan menurun
4.      Perkembangan benjolan cepat
5.      2 minggu terakhir timbul benjolan pada paha dan ketiak


PERTANYAAN

1.      Jelaskan Anatomi dan Histologi organ-organ yang menyebabkan benjolan pada leher !
2.      Sebutkan Faktor-faktor yang menyebabkan massa pada leher!
3.      Bagaimana Mekanisme benjolan pada leher?
4.      Apa Penyebab berat badan menurun?
5.      Sebut dan jelaskan Diferensial Diagnosis dari skenario !
6.      Bagaimana Pemeriksaan yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis?
7.      Jelaskan Anamnesis tambahan yang diperlukan !



1.      ANATOMI KELENJAR LIMFE DI LEHER
Gugusan superficialis berjalan mengikuti vena superficialis dan gugusan profunda berjalan mengikuti arteria atau seringkali mengikuti vena profunda.
Gugusan superficialis membentuk suatu lingkaran pada perbatasan leher dan kepala dinamakan lingkaran pericervicalis atau cervical Collar, meliputi l.n occipitalis, l.n mastoideus, (l.n. retro auricularis), l.n.preauricularis (l.n. paratideus superficialis), l.n.paratideus profundus, l.n. submandibularis dan l.n.submentalis.
L.N Occipitalis Terletak pada serabut-serabut cranialis M.Trapezius, oleh V. Occipitalis, kira-kira 2,5 cm di sebelah infero-lateralis inion. Menerima aliran limfe dari bagian belakang kepala dan mengirimkannya kepada lymphonodi cervicales profundi dengan melewati bagian profunda M.Sternocleidomastoideus.
L.n.pre-auricularis terletak pada glandula parotis sepanjang vena temporalis superficialis dan vena facialis transversa. Menerima pembuluh afferen dan kepala, auricula, palpebra dan pipi. Dan mengirim pembuluh afferent menuju l.n.cervicalis superficialis.
L.N.Submentalis berada diantara kedua venter anterior m.digasticus, pada permukaan inferior dari m.mylohyoideus, membawa limfe dari lidah bagian tengah (juga apex lingua) dan dari labium inferius.
L.n.submandibularis biasanya dikelompokkan pada gugusan superficialis, meskipun membawa drainase dari lidah dan glandula submandibulare. Lymphonodus ini terletak pada vena facialis di sebelah caudal dari mandibula, dimana vena ini menerima v.retromandibularis, pembuluh efferen membawa aliran limfe menuju l.n.cervicalis profundus pars cranialis.
Masih ada limfonodus lainnya yaitu l.n.facialis yang merupakan perluasan ke cranialis dari l.n.submandibularis dengan mengikuti vena facialis, berada pada fascies.
L.n. cervicalis anterior berada sepanjang v.jugularis anterior, menerima limfe dari bagian tengah (linea mediana) leher dan mengalirkan limfenya menuju ke l.n.cervicalis profundus’ gugusan ini dapat dianggap menerima afferen dari l.n.submentalis.
L.n.cervicalis superficialis berada sepanjang v.jugularis eksterna. Menerima aliran limfe dari kulit pada angulus mandibulae, regio parotis bagian caudal dan telinga, dan membawa aliran limfenya menuju l.n.cervicalis profundus. Semua limfonodi akan memberi aliran limfenya kepada l.n.cervicalis profundus. Dimana gugusan superficial dan gugusan profunda terdapat gugusan intermedis, yang terdiri atas

§  L.n.infrahyoideus yang berada pada membrana thyreohyoidea, menerima afferen yang berjalan bersama-sama dengan a.laryngea superior dan berasal dari larynx dibagian cranialis plica vocalis.
§  L.n.prelaryngealis yang berada pada ligamentum cricothyreoideum, menerima limfe dari larynx di bagian cranialis plica vocalis, berada pada vasa thyroidea superior.
§  L.n.parathrachealis yang berada pada celah di antara trachea dan oesophagus. Menerima lymfe dari glandula thyroidea dan struktur disekitarnya, pembuluh efferennya mengikuti casa thyroidea inferior menuju ke l.n.cervicalis profundus (dan l.n.mediastinalis superior).
L.n cervicalis profundus terletak di sebelah profunda m.sternocleidomastoideus sepanjang carotid sheath. Terdiri atas banyak limfonodus, berada pada vena jugularis interna, mulai dari basis cranii sampai di sebelah cranialis clavicula dan dibagi oleh venter inferior m.omohyoideus menjadi gugusan superior dan gugusan inferior.
Gugusan superior atau l.n.cervicalis profundus pars superior tgerletak di sebelah cranialis catrilago throidea, menerima afferen dari cavum cranii, regio pterygoidea, l.n.parotideus dan l.n.submandibularis, radix lingua, pers cranio-lateralis glandula thyroidea, larynx dan pharynx bagian caudal. Mengirimkan efferennya menuju l.n.cervicalis profundus pars inferior. Terdapat perluasan dari l.n.cervicalis profundus pars superior menuju ke arah medial membentuk l.n.retropharyngealis (berada dalam spatium retrofaringeum), menerima limfe dari nasofaring, tuba auditoria dan dari vertebra cervicalis, mengirimkan limfenya menuju kepada l.n.cervicalis profundus pars superior dengan mengikuti vena faringealis. l.n.cervicalis profundus pars superior dan juga dari l.n.cervicalis superficialis, pars caudalis glandula tiroidea, larings bagian caudal, trakea pars cervicalis dan oesophagus. Pembuluh-pembuluh efferen membentuk sebuah pembuluh besar ()jugular trunk dan bermuara ke dalam ductus thoracicus (bagian kiri) serta ductus lymphaticus dexter (bagian kanan).
Pada tempat persilangan antara m.digastricus dan vena jugularis interna terdapat l.njuguladigastricus. Gugusan limfonodus yang terletak di sebelah cranialis venter inferior m.omohyoideus pada saat otot ini menyilangi v.jugularis interna membentuk l.n.juguomohyoideus.
Limfatikus
Terbungkus kapsul fibrosa yang berisi kumpulan sel-sel pembentuk pertahanan tubuh dan merupakan tempat penyaringan antigen (protein asing) dari pembuluh-pembuluh getah bening yang melewatinya. Pembuluh-pembuluh limfe akan mengalir ke KGB sehingga dari lokasi KGB akan diketahui aliran pembuluh limfe yang melewatinya.
Oleh karena dilewati oleh aliran pembuluh getah bening yang dapat membawa antigen (mikroba, zat asing) dan memiliki sel pertahanan tubuh maka apabila ada antigen yang menginfeksi maka kelenjar getah bening dapat menghasilkan sel-sel pertahanan tubuh yang lebih banyak untuk mengawasi antigen tersebut sehingga KGB membesar. Pembesaran KGB dapat berasal dari penambahan sel-sel pertahanan tubuh yang berasal dari KGB itu sendiri seperti limfosit, sel plasma, monosit, dan histiosit atau datangnya sel-sel radang (neutrofil) untuk mengatasi infeksi di KGB (limfadenitis), infiltrasi sel-sel ganas atau timbunan penyakit metabolit (gaucher disease).
2.    Mekanisme Timbulnya Benjolan Pada Leher
Ada beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya benjolan pada leher seperti trauma, infeksi, hormon, neoplasma, dan kelainan herediter. Faktor-faktor ini bekerja dengan caranya masing-masing dalam menimbulkan benjolan. Hal yang perlu ditekankan adalah tidak selamanya benjolan pada leher timbul karena kelainan yang ada pada leher. Tidak jarang kelainan itu justru berasal dari kelainan sistemik seperti limpoma dan TBC.
Hampir semua struktur yang ada pada leher dapat mengalami benjolan entah itu kelenjar paratiroid, tiroid dan getah bening, maupun benjolan yang berasal dari struktur jaringan lain seperti lemak , otot, dan tulang.
Infeksi dapat menyebabkan timbulnya benjolan pada leher emlalaui beberapa cara diantaranya berupa benjolan yang berasal dari invasi bakteri langsung pada jaringan yang terserang secara langsung maupun benjolan yang timbul sebagai efek imunitas tubuh yang bermanifestasi pada pembengkakan KGB.
Mekanisme trauma dalam menimbulkan benjolan pada leher agak menyerupai mekanisme infeksi. Hanya saja trauma yang tidak disertai infeksi sekunder pada umumnya tidak menyebabkan pembesaran KGB.
Jika jaringan tubuh manusia terkena rangsangan trauma dan reaksi imun, maka otomatis sel0sel akan mengalami gangguan fisiologis. Sebagai responnya sel tubuh terutama mast sel dan sel basofil akan mengalami granulasi dan mengeluarkan mediator radang berupa histamin, serotonin, bradikinin, sitokinn berupa IL-2, IL-6, dll. Mediator-mediator radang ini terutama histamin akan menyebabkan dilatasi arteriola dan meningkatkan permeabilitas venula serta pelebaran intraendothelialjunction. Hal ini mengakibatkan cairan yang ada dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitar sehingga menimbulkan benjolan pada daerah terinfeksi ataupun terkena trauma. Infeksi dapat menimbulkan pembesaran kelenjar limfe karena apabila mekanisme pertahanan tubuh baik, sel-sel pertahanan tubuh seperti makrofag, neutrofil dan sel T akan berupaya memusnahkan agen infeksius sedangkan agen ifeksius itu sendiri berupaya untuk menghancurkan sel-sel tubuh terutama eritrosi agar bisa mendapatkan nutrisi. Kedua upaya perlawanan ini akan mengakibatkan pembesaran KGB karena bekerja keras memproduksi sel limfoid maupun menyaring sel tubuh yang mengalami kerusakan dan agen ifeksius yang masuk agar tidak menyebar ke organ tubuh lain.
Sedangkan mekanisme timbulnya benjolan akibat neoplasma entah itu di otot, sel limfoid, tulang maupun kelencar secara umum hampir sama. Awalnya terjadi displasia dan metaplasia pada sel matur akibat berbagai faktor sehingga diferensiasi sel tidak lagi sempurna. Displasia ini menimbulkan sejumlah kelainan fisiologis molekuler seperti peningkatan laju pembelahan sel dan inaktifasi mekanisme bunuh diri sel terprogram. Hal ini berakibat pada proliferasi sel tak terkendali yang bermanifestasi pada timbulnya benjolan pada jaringan. Neoplasma dapat terjadi pada semua sel yang ada di leher entah itu kelenjar tiroid-adenoma tiroid, lemak-lipoma, kartilago-kondroma, jaringan limfe-limfoma maupun akibat dari metastase kanker dari organ di luar leher.




3.     Differensial Diagnosa dari Skenario :
A.   PENYAKIT HODGKIN (LIMFOMA HODGKIN)
DEFINISI
Limfoma adalah suatu kanker (keganasan) dari sistem limfatik (getah bening).
Sistem limfatik membawa tipe khusus dari sel darah putih yang disebut limfosit melalui suatu jaringan dari saluran tubuler (pembuluh getah bening) ke seluruh jaringan tubuh, termasuk sumsum tulang. Tersebarnya jaringan ini merupakan suatu kumpulan limfosit dalam nodus limfatikus yang disebut kelenjar getah bening.
Limfosit yang ganas (sel limfoma) dapat bersatu menjadi kelenjar getah bening tunggal atau dapat menyebar di seluruh tubuh, bahkan hampir di semua organ.
Dua tipe utama dari limfoma adalah Limfoma Hodgkin (yang lebih sering disebut Penyakit Hodgkin) dan Limfoma Non Hodgkin. Limfoma Burkitt dan mikosis fungoides termasuk ke dalam jenis Limfoma Non Hodgkin.
Penyakit Hodgkin (Limfoma Hodgkin) adalah suatu jenis limfoma yang dibedakan berdasarkan jenis sel kanker tertentu yang disebut sel Reed-Stenberg, yang memiliki tampilan yang khas dibawah mikroskop.
Sel Reed-Sternberg memiliki limfositosis besar yang ganas yang lebih besar dari satu inti sel. Sel-sel tersebut dapat dilihat pada biopsi yang diambil dari jaringan kelenjar getah bening, yang kemudian diperiksa dibawah mikroskop.
Penyakit Hodgkin diklasifikasikan ke dalam empat kelompok berdasarkan karakteristik dasar jaringan yang terlihat dibawah mikroskop.

Jenis Penyakit Hodgkin
Jenis
Gambaran Mikroskopik
Kejadian
Perjalanan Penyakit
Limfosit Predominan
Sel Reed-Stenberg sangat sedikit tapi ada banyak limfosit
3% dari kasus
Lambat
Sklerosis Noduler
Sejumlah kecil sel Reed-Stenberg & campuran sel darah putih lainnya; daerah jaringan ikat fibrosa
67% dari kasus
Sedang
Selularitas Campuran
Sel Reed-Stenberg dalam jumlah yang sedang & campuran sel darah putih lainnya
25% dari kasus
Agak cepat
Deplesi Limfosit
Banyak sel Reed-Stenberg & sedikit limfosit jaringan ikat fibrosa yang berlebihan
5% dari kasus
Cepat

PENYEBAB
Penyebabnya tidak diketahui, walaupun beberapa ahli menduga bahwa penyebabnya adalah virus, seperti virus Epstein Barr. Penyakit ini tampaknya tidak menular.
Di Amerika, 6000-7000 kasus baru dari penyakit Hodgkin terjadi setiap tahunnya. Penyakit ini lebih sering terjadi pada pria. Penyakit Hodgkin bisa muncul pada berbagai usia, tetapi jarang terjadi sebelum usia 10 tahun. Paling sering ditemukan pada usia diantara 15-34 tahun dan diatas 60 tahun.
GEJALA
Penyakit Hodgkin biasanya ditemukan jika seseorang mengalami pembesaran kelenjar getah bening, paling sering di leher,tapi kadang-kadang di ketiak dan pangkal paha. Walaupun biasanya tidak nyeri, pembesaran tersebut bisa menimbulkan nyeri dalam beberapa jam setelah penderita meminum alkohol dalam jumlah yang banyak.
Kadang pembesaran kelenjar getah bening berada jauh di dalam dada atau perut, yang biasanya tidak nyeri dan ditemukan secara tidak terduga pada pemeriksaan rontgen dada atau CT scan untuk keperluan lain.
Gejala lainnya adalah demam, berkeringat di malam hari dan penurunan berat badan. Beberapa penderita mengalami demam Pel-Ebstein, dimana suhu tubuh meinggi selama beberapa hari yang diselingi dengan suhu normal atau di bawah normal selama beberapa hari atau beberapa minggu. Gejala lainnya timbul berdasarkan lokasi pertumbuhan sel-sel limfoma.
Gejala dari Penyakit Hodgkin
Gejala
Penyebab
Berkurangnya jumlah sel darah merah (menyebabkan anemia, sel darah putih & trombosit kemungkinan nyeri tulang
Limfoma sedang menyebar ke sumsum tulang
Hilangnya kekuatan otot suara serak
Pembesaran kelenjar getah bening menekan saraf di tulang belakang atau saraf pita suara
Sakit kuning (jaundice
Limfoma menyumbat aliran empedu dari hati
Pembengkakan wajah, leher & alat gerak atas
(sindroma vena kava superior)
Pembesaran kelenjar getah bening menyumbat aliran darah dari kepala ke jantung
Pembengkakan tungkai dan kaki
Limfoma menyumbat aliran getah bening dari tungkai
Keadaan yang menyerupai pneumonia
Limfoma menyebar ke paru-paru
Berkurangnya kemampuan untuk melawan infeksi & meningkatnya kecenderungan mengalami infeksi karena jamur & virus
Penyakit sedang menyebar

DIAGNOSA
Pada penyakit Hodgkin, kelenjar getah bening biasanya membesar secara perlahan dan tidak menimbulkan nyeri, tanpa adanya infeksi. Jika pembesaran ini berlangsung selama lebih dari 1 minggu, maka akan dicurigai sebagai penyakit Hodgkin, terutama jika disertai demam, berkeringat di malam hari dan penurunan berat badan.
Kelainan dalam hitung jenis sel darah dan pemeriksan darah lainnya bisa memberikan bukti yang mendukung. Tetapi untuk menegakkan diagnosis, harus dilakukan biopsi dari kelenjar getah bening yang terkena, untuk menemukan adanya sel Reed-Sternberg.

Stadium Penyakit Hodgkin.

Sebelum pengobatan dimulai, harus ditentukan luasnya penyebaran limfoma atau stadium dari penyakit ini. Penyakit ini dikelompokkan menjadi 4 stadium berdasarkan penyebaran dan gejalanya.
Pemilihan pengobatan dan prognosisnya tergantung kepada stadium penyakit ini.
Keempat stadium dikelompokkan lagi menjadi A (tidak adanya) atau B (adanya) satu atau lebih dari gejala berikut:
§  demam yang penyebabnya tidak diketahui (lebih dari 37,8? Celsius selama 3 hari berturut-turut)
§  keringat malam
§  penurunan berat badan yang tidak diketahui penyebabnya sebanyak lebih dari 10% berat badan sebelumnya dalam waktu 6 bulan.

Beberapa prosedur digunakan untuk menentukan stadium dan menilai penyakit Hodgkin:
  1. Pemeriksaan rontgen dada membantu menemukan adanya pembesaran kelenjar di dekat jantung
  2. Limfangiogram bisa menggambarkan kelenjar getah bening yang jauh di dalam perut dan panggul
  3. CT scan lebih akurat dalam menemukan pembesaran kelenjar getah bening atau penyebaran limfoma ke hati dan organ lainnya
  4. Skening gallium bisa digunakan untuk menentukan stadium dan menilai efek dari pengobatan
  5. Laparatomi (pembedahan ntuk memeriksa perut) kadang diperlukan untuk melihat penyebaran limfoma ke perut.

Stadium & Prognosis Penyakit Hodgkin

Stadium
Penyebaran penyakit
Kemungkin untuk sembuh
(angka harapan hidup selama 15 tahun tanpa penyakit lebih lanjut)
I
Terbatas ke kelenjar getah bening dari satu bagian tubuh (misalnya leher bagian kanan)
Lebih dari 95%
II
Mengenai kelenjar getah bening dari 2 atau lebih daerah pada sisi yang sama dari diafragma, diatas atau dibawahnya (misalnya pembesaran kelenjar getah bening di leher dan ketiak)
90%
III
Mengenai kelenjar getah bening diatas & dibawah diafragma (misalnya pembesaran kelenjar getah bening di leher dan selangkangan)
80%
IV
Mengenai kelenjar getah bening dan bagian tubuh lainnya (misalnya sumsum tulang, paru-paru atau hati
60-70%


PENGOBATAN
Dua jenis pengobatan yang efektif untuk penyakit Hodgkin adalah terapi penyinaran dan kemoterapi. Dengan salah satu atau kedua pengobatan tersebut, sebagian besar penderita bisa disembuhkan.
Terapi penyinaran sendiri menyembuhkan sekitar 90% penderita stadium I atau II. Pengobatan biasanya dilakukan selama 4-5 minggu, penderita tidak perlu dirawat.
Penyinaran ditujukan kepada daerah yang terkena dan kelenjar getah bening di sekitarnya. Kelenjar getah bening di dada yang sangat membesar diobati dengan terapi penyinaran yang biasanya mendahului atau mengikuti kemoterapi. Dengan pendekatan ini, 85% penderita bisa disembuhkan.
Pengobatan untuk stadium III bervariasi, tergantung kepada keadaan. Jika tanpa gejala, kadang terapi penyinaran saja sudah mencukupi. Tetapi hanya 65-75% penderita yang sembuh. Penambahan kemoterapi akan meningkatkan kemungkinan untuk sembuh sampai 75-80%.
Jika pembesaran kelenjar getah bening disertai dengan gejala lainnya, maka digunakan kemoterapi dengan atau tanpa terapi penyinaran. Angka kesembuhan berkisar diantara 70-80%.
Pada stadium IV digunakan kombinasi dari obat-obat kemoterapi. Dua kombinasi tradisional adalah:
§  MOPP (mekloretamin, vinkristin/onkovin, prokarbazin dan prednison)
§  ABVD (doksorubisin/adriamisin, bleomisin, vinblastin dan dakarbazin).
Setiap siklus kemoterapi berlangsung selama 1 bulan, dengan waktu pengobatan total adalah 6 bulan atau lebih.
Bisa juga digunakan kombinasi obat lainnya. Pengobatan ini memberikan angka kesembuhan lebih dari 50%.
Kemoterapi memiliki efek samping yang serius, yaitu bisa menyebabkan:
§  kemandulan sementara atau menetap
§  meningkatnya kemungkinan menderita infeksi
§  kerontokan rambut yang bersifat sementara.
Leukemia dan kanker lainnya terjadi pada beberapa penderita dalam 5-10 tahun atau lebih setelah pemberian kemoterapi atau terapi penyinaran atau keduanya.
Penderita yang tidak menunjukkan perbaikan setelah terapi penyinaran atau kemoterapi atau yang membaik tapi kemudian kambuh kembali dalam 6-9 bulan, memiliki harapan hidup yang lebih kecil dibandingkan dengan penderita yang mengalami kekambuhan dalam 1 tahun atau lebih setelah terapi awal.
Kemoterapi lebih lanjut yang dikombinasikan dengan terapi penyinaran dosis tinggi dan pencangkokan sumsum tulang atau sel stem darah, bisa menolong penderita tersebut.
Kemoterapi dosis tinggi yang dikombinasikan dengan pencangkokan sumsum tulang memiliki resiko tinggi terhadap infeksi, yang bisa berakibat fatal.  Tetapi sekitar 20-40% penderita yang menjalani pencangkokan sumsum tulang terbebas dari penyakit Hodgkin selama 3 tahun atau lebih dan bisa sembuh. Hasil terbaik bisa dicapai pada penderita yang berusia dibawah 55 tahun dengan keadaan kesehatan yang baik.

Kombinasi sediaan kemoterapi untuk Penyakit Hodgkin
Sediaan
Obat
Keterangan
MOPP
Mekloretamin (nitrogen mustard)
Vinkristin (onkovin)
Prokarbazin
Prednison
Merupakan sediaan pertama, ditemukan pada tahun 1969,kadang masih digunakan
ABVD
Doksorubisin (adriamisin)
Bleomisin
Vinblastin
Dakarbazin
Dikembangkan untuk mengurangi efek samping dari MOPP (misalnya kemandulan menetap & leukemia)
Menyebabkan efek samping berupa keracunan jantung & paru2
Angka kesembuhannya menyerupai MOPP
Lebih sering digunakan dibandingkan MOPP
ChiVPP
Klorambusil
Vinblastin
Prokarbazin
Prednison
Kerontokan rambut yg terjadi lebih sedikit dibandingkan pada pemakaian MOPP & ABVD
MOPP/ABVD
Bergantian antara MOPP & ABVD
Dikembangkan untuk memperbaiki angka kesembuhan menyeluruh, tetapi belum terbukti
Angka harapan hidup bebas kekambuhan lebih baik dibandingkan sediaan lainnya
MOPP/ABVhibrid
MOPP bergantian dengan
Doksorubisin (adriamisin)
Bleomisin
Vinblastin
Dikembangkan untuk memperbaiki angka kesembuhan menyeluruh & untuk mengurangi keracunan
Masih dalam penelitian


B.  LIMFOMA NON HODGKIN
DEFINISI
Limfoma Non-Hodgkin adalah sekelompok keganasan (kanker) yang berasal dari sistem kelenjar getah bening dan biasanya menyebar ke seluruh tubuh.
Beberapa dari limfoma ini berkembang sangat lambat (dalam beberapa tahun), sedangkan yang lainnya menyebar dengan cepat (dalam beberapa bulan).  Penyakit ini lebih sering terjadi dibandingkan dengan penyakit Hodgkin.

PENYEBAB

Penyebabnya tidak diketahui, tetapi bukti-bukti menunjukkan adanya hubungan dengan virus yang masih belum dapat dikenali. Sejenis limfoma non-Hodgkin yang berkembang dengan cepat berhubungan dengan infeksi karena HTLV-I (human T-cell lymphotropic virus type I), yaitu suatu retrovirus yang fungsinya menyerupai HIV penyebab AIDS.
Limfoma non-Hodgkin juga bisa merupakan komplikasi dari AIDS.

GEJALA

Gejala awal yang dapat dikenali adalah pembesaran kelenjar getah bening di suatu tempat (misalnya leher atau selangkangan) atau di seluruh tubuh. Kelenjar membesar secara perlahan dan biasanya tidak menyebabkan nyeri.

Kadang pembesstsn kelenjar getah bening di tonsil (amandel) menyebabkan gangguan menelan. Pembesaran kelenjar getah bening jauh di dalam dada atau perut bisa menekan berbagai organ dan menyebabkan:
§  gangguan pernafasan
§  berkurangnya nafsu makan
§  sembelit berat
§  nyeri perut
§  pembengkakan tungkai.

Jika limfoma menyebar ke dalam darah bisa terjadi leukemia. Limfoma dan leukemia memiliki banyak kemiripan.
Limfoma non-Hodgkin lebih mungkin menyebar ke sumsum tulang, saluran pencernaan dan kulit.

Pada anak-anak, gejala awalnya adalah masuknya sel-sel limfoma ke dalam sumsum tulang, darah, kulit, usus, otak dan tulang belakang; bukan pembesaran kelenjar getah bening. Masuknya sel limfoma ini menyebabkan anmeia, ruam kulit dan gejala neurologis (misalnya kelemahan dan sensasi yang abnormal). Biasanya yang membesar adalah kelenjar getah bening di dalam, yang menyebabkan:
§  pengumpulan cairan di sekitar paru-paru sehingga timbul sesak nafas
§  penekanan usus sehingga terjadi penurunan nafsu makan atau muntah
§  penyumbatan kelenjar getah bening sehingga terjadi penumpukan cairan.

Gejala Limfoma Non-Hodgkin

Gejala
Penyebab
Kemungkinan timbulnya gejala
Gangguan pernafasan
Pembengkakan wajah
Pembesaran kelenjar getah bening di dada
20-30%
Hilang nafsu makan
Sembelit berat
Nyeri perut atau perut kembung
Pembesaran kelenjar getah bening di perut
30-40%
Pembengkakan tungkai
Penyumbatan pembuluh getah bening di selangkangan atau perut
10%
Penurunan berat badan
Diare
Malabsorbsi
Penyebaran limfoma ke usus halus
10%
Pengumpulan cairan di sekitar paru-paru (efusi pleura)
Penyumbatan pembuluh getah bening di dalam dada
20-30%
Daerah kehitaman dan menebal di kulit yang terasa gatal
Penyebaran limfoma ke kulit
10-20%
Penurunan berat badan
Demam
Keringat di malam hari
Penyebaran limfoma ke seluruh tubuh
50-60%
Anemia
(berkurangnya jumlah sel darah merah)
Perdarahan ke dalam saluran pencernaan
Penghancuran sel darah merah oleh limpa yang membesar & terlalu aktif
Penghancuran sel darah merah oleh antibodi abnormal (anemia hemolitik) Penghancuran sumsum tulang karena penyebaran limfoma
Ketidakmampuan sumsum tulang untuk menghasilkan sejumlah sel darah merah karena obat atau terapi penyinaran
30%, pada akhirnya bisa mencapai 100%
Mudah terinfeksi oleh bakteri
Penyebaran ke sumsum tulang dan kelenjar getah bening, menyebabkan berkurangnya pembentukan antibodi
20-30%

DIAGNOSA
Harus dilakukan biopsi dari kelenjar getah bening untuk menegakkan diagnosis limfoma non-Hodgkin dan membedakannya dari penyakit Hodgkin atau penyakit lainnya yang menyebabkan pembesaran kelenjar getah bening.
Menentukan stadium limfoma non-Hodgkin.
Limfoma non-Hodgkin dikelompokkan berdasarkan tampilan mikroskopik dari kelenjar getah bening dan jenis limfositnya (limfosit T atau limfosit B).  Salah satu dari pengelompokkan yang digunakan menghubungkan jenis sel dan prognosisnya:
§  Limfoma tingkat rendah, memiliki prognosis yang baik
§  Limfoma tingkat menengah, memiliki prognosis yang sedang
§  Limfoma tingkat tinggi, memiliki prognosis yang buruk.
Pada saat terdiagnosis, biasanya limfoma non-Hodgkin sudah menyebar luas; hanya sekitar 10-30% yang masih terlokalisir (hanya mengenai salah satu bagian tubuh). Untuk menentukan luasnya penyakit dan banyaknya jaringan limfoma, biasanya dilakukan CT scan perut dan panggul atau dilakukan skening gallium.

PENGOBATAN
Beberapa penderit bisa mengalami kesembuhan total, sedangkan penderita lainnya harus menjalani pengobatan seumur hidupnya. Kemungkinan penyembuhan atau angka harapan hidup yang panjang tergantung kepada jenis limfoma dan stadkum penyakit pada saat pengobatan dimulai.
Biasanya jenis yang berasal dari limfosit T tidak memberikan respon sebaik limfosit B. Angka kesembuhan juga menurun pada:
§  penderita yang berusia diatas 60 tahun
§  limfoma yang sudah menyebar ke seluruh tubuh
§  penderita yang memiliki tumor (pengumpulan sel-sel limfoma) yang besar
§  penderita yang fungsinya dibatasi oleh kelemahan yang berat dan ketidakmampuan bergerak.
Penderita pada stadium awal (stadium I dan II) seringkali diobati dengan terapi penyinaran yang terbatas pada sisi limfoma dan daerah di sekitarnya.  Terapi penyinaran biasanya tidak menyembuhkan limfoma tingkat rendah, tetapi dapat memperpanjang harapan hidup penderita sampai 5-8 tahun.
Terapi penyinaran pada limfoma tingkat menengah biasanya akan memperpanjang harapan hidup penderita sampai 2-5 tahun, sedangkan pada limfoma tingkat tinggi hanya 6 bulan sampai 1 tahun. Jika dimulai sesegera mungkin, pemberian kemoterapi dengan atau tanpa terapi penyinaran pada limfoma tingkat menengah dan tingkat tinggi, bisa menyembuhkan lebih dari separuh penderitanya.
Sebagian besar penderita sudah mencapai stadium lanjut (stadium III dan IV) pada saat penyakitnya terdiagnosis. Penderita limfoma tingkat rendah mungkin tidak memerlukan pengobatan segera, tetapi harus menjalani pemeriksaan sesering mungkin untuk meyakinkan bahwa penyakitnya tidak menyebabkan komplikasi yang serius.
Kemoterapi dilakukan pada penderita limfoma tingkat menengah. Penderita limfoma tingkat tinggi memerlukan kemoterapi intensif segera karena penyakit ini tumbuh dengan cepat.
Tersedia beberapa sediaan kemoterapi yang sangat efektif. Obat kemoterapi bisa diberikan tunggal (untuk limfoma tingkat rendah) atau dalam bentuk kombinasi (untuk limfoma tingkat menengah dan tingkat tinggi). Pemberian kemoterapi disertai faktor pertumbuhan dan pencangkokan sumsum tulang masih dalam tahap penelitian.
Pengobatan baru yang masih dalam penelitian adalah antibodi monoklonal yang telah digabungkan dengan racun, yang memiliki bahan racun (misalnya senyawa radioaktif atau protein tanaman yang disebut risin), yang menempel di antibodi tersebut.  Antibodi ini secara khusus akan menempel pada sel-sel limfoma dan melepaskan bahan racunnya, yang selanjutnya akan membunuh sel-sel limfoma tersebut.
Pada pencangkokan sumsum tulang, sumsum tulang diangkat dari penderita (dan sel limfomanya dibuang) atau dari donor yang sesuai dan dicangkokkan ke penderita.  Prosedur ini memungkinkan dilakukannya hitung jenis darah, yang berkurang karena kemoterapi dosis tinggi, sehingga penyembuhan berlangsung lebih cepat.
Pencangkokan sumsum tulang paling efektif dilakukan pada penderita yang berusia dibawah 55 tahun dan bisa menyembuhkan sekitar 30-50% penderita yang tidak menunjukkan perbaikan terhadap pemberian kemoterapi.
Tetapi pencangkokan sumsum tulang memiliki resiko, sekitar 5% penderita meninggal karena infeksi pada minggu pertama, sebelum sumsum tulang membaik dan bisa menghasilkan sel darah putih yang cukup untuk melawan infeksi.
Pencangkokan sumsum tulang juga sedang dicoba dilakukan pada penderita yang pada awalnya memberikan respon yang baik terhadap kemoterapi tetapi memiliki resiko tinggi terjadinya kekambuhan.

Kombinasi sediaan kemoterapi pada Limfoma Non-Hodgkin.
Sediaan
Obat
Keterangan
Obat tunggal
Klorambusil
Siklofosfamid
Digunakan pada limfoma tingkat rendah untuk mengurangi ukuran kelenjar getah bening & untuk mengurangi gejala
CVP (COP)
Digunakan pada limfoma tingkat rendah & beberapa limfoma tingkat menengah untuk mengurangi ukuran kelenjar getah bening & untuk mengurangi gejala
Memberikan respon yang lebih cepat dibandingkan dengan obat tunggal
CHOP
Vinkristin (onkovin)
Digunakan pada limfoma tingkat menengah & beberapa limfoma tingkat tinggi
C-MOPP
Prokarbazin
Prednison
Digunakan pada limfoma tingkat menengah & beberapa limfoma tingkat tinggi
Juga digunakan pada penderita yang memiliki kelainan jantung & tidak dapat mentoleransi
Doksorubisin
M-BACOD
Metotreksat
Bleomisin
Doksorubisin (adriamisin)
Vinkristin (onkovin)
Deksametason
Memiliki efek racun yg lebih besar dari CHOP & memerlukan pemantauan ketat terhadap fungsi paru-paru & ginjal
Kelebihan lainnya menyerupai CHOP
ProMACE/CytaBOM
Prokarbazin
Metotreksat
Doksorubisin (adriamisin)
Siklofosfamid
Etoposid bergantian dengan
Sitarabin
Bleomisin
Vinkristin (onkovin)
Metotreksat
Sediaan ProMACE bergantian dengan CytaBOM
Kelebihan lainnya menyerupai CHOP
MACOP-B
Metotreksat
Doksorubisin (adriamisin)
Vinkristin (onkovin)
Bleomisin
Kelebihan utama adalah waktu pengobatan (hanya 12 minggu)
Kelebihan lainnya menyerupai CHOP




C.  KANKER TIROID
ANATOMI
 Anatomi kelenjar thyroid
q  Terletak di leher bagian depan
q   2 lobus : kiri dan kanan
q   Isthmus menghubungi ke 2 lobus
q   Sebesar ibu jari tangan
q   Berat : 20 – 25 gram
q   Sintesa hormon thyroxin
q   Fungsi  :  metabolisme dan pertumbuhan
q  Merupakan kelenjar endokrin
q  Kel. Thyroid :
q  Lobus kiri                                                                                                   
q  Lobus kanan
q  Lobus pyramidalis
q  Ukuran  : 5 cm  
q  Kapsul thyroid :
q  True    ( kapsula propria )
q  False  ( bagian luar fascia pretra-chealis )
q  Berbentuk “u”
q  Isthmus terfiksir pada
q  cincin trachea 2, 3 dan 4
q  Bagian caudal cartilago cricoidea.
            ( Ligamentum Berry)
q  Lobus pyramidalis :
            Fiksasi :           Tepi caudal os hyoid
                        Levator gland. thyroidea.

q  Facies :
§  Anterolateral
§  Medial
§  Posterolateral
q  Lobus pyramidalis :
            Fiksasi :           Tepi caudal os hyoid
                        Levator gland. thyroidea.
q  Facies :
§  Anterolateral
§  Medial
§  Posterolateral
q  Vaskularisasi :
§  a. thyroidea superior
q  Anterior
q  Posterior
§  a. thyroidea inferior
§  a. thyroidea ima ( kadang-kadang )
q  Truncus brachio cephalica
q   
q  Arcus aorta
q  Aliran vena :
§  v. Thyroidea sup               
§  v. Thyroidea med
§  v. Thyroidea inferior  è v. Brachiocephalica.
q  Aliran limfe
§  Bagian cranial :
            Ikut a.Thyroidea Sup è        Nn Ln cervicalis profunda.
    • Bagian caudal :
            Ikut a.Thyroidea Inf   è  Nn Ln Cervicalis Profunda
                                                bagian  Inferior
Innervasi
q  Symphatis :
§  Ganglion cervicalis superior
ü  n. laryngeus externa
§  Ganglion cervicalis medius
ü  n. laryngeus recurrent



DEFINISI
Kanker tiroid adalah suatu keganasan pada tiroid yang memiliki 4 tipe ; papiler, folikuler, anaplastik atau meduler.
Kanker jarang menyebabkan pembesaran kelenjar, lebih sering menyebabkan pertumbuhan kecil (nodul) di dalam kelenjar. Sebagian besar nodul tiroid bersifat jinak dan biasanya kanker tiroid bisa disembuhkan.
Kanker tiroid seringkali membatasi kemampuan menyerap yodium dan membatasi kemampuan menghasilkan hormon tiroid; tetapi kadang kanker menghasilkan cukup banyak hormon tiroid sehingga terjadi hipertiroidisme.
Nodul tiroid cenderung bersifat ganas jika:
§  hanya ditemukan satu
§  skening tiroid menunjukkan bahwa nodul tidak berfungsi
§  nodulnya padat dan isinya bukan cairan (kistik)
§  nodulnya keras
§  pertumbuhannya cepat.

a.      Kanker Papiler
60-70% dari kanker tiroid adalah kanker papiler.
2-3 kali lebih sering terjadi pada wanita.
Kanker papiler lebih sering ditemukan pada orang muda, tetapi pada usia lanjut kanker ini lebih cepat tumbuh dan menyebar. Resiko tinggi terjadinya kanker papiler ditemukan pada orang yang pernah menjalani terapi penyinaran di leher.
Kanker ini diatasi dengan tindakan pembedahan, yang kadang melibatkan pengangkatan kelenjar getah bening di sekitarnya. Nodul dengan diameter lebih kecil dari 1,9 cm diangkat bersamaan dengan kelenjar tiroid di sekitarnya, meskipun beberapa ahli menganjurkan untuk mengangkat seluruh kelenjar tiroid. Pembedahan hampir selalu bisa menyembuhkan kanker ini.
Diberikan hormon tiroid dalam dosis yang cukup untuk menekan pelepasan TSH dan membantu mencegah kekambuhan. Jika nodulnya lebih besar, maka biasanya dilakukan pengangkatan sebagian besar atau seluruh kelenjar tiroid dan seringkali diberikan yodium radioaktif, dengan harapan bahwa jaringan tiroid yang tersisa atau kanker yang telah menyebar akan menyerapnya dan hancur. Dosis yodium radioaktif lainnya mungkin diperlukan untuk memastikan bahwa keseluruhan kanker telah dihancurkan. Kanker papiler hampir selalu dapat disembuhkan.
b.      Kanker Folikuler
15% dari kanker tiroid adalah kanker folikuler.
Kanker folikuler juga lebih sering ditemukan pada wanita. Kanker folikuler cenderung menyebar melalui aliran darah, menyebarkan sel-sel kanker ke berbagai organ tubuh. Pengobatan untuk kanker ini adalah pengangkatan sebanyak mungkin kelenjar tiroid dan pemberian yodium radioaktif untuk menghancurkan jaringan maupun sel kanker yang tersisa.
c.       Kanker Anaplastik
Kurang dari 10% kanker tiroid merupakan kanker anaplastik. Kanker ini paling sering ditemukan pda wanita usia lanjut.
Kanker anaplastik tumbuh sangat cepat dan biasanya menyebabkan benjolan yang besar di leher.Sekitar 80% penderita meninggal dalam waktu 1 tahun.
Pemberian yodium radioaktif tidak berguna karena kanker tidak menyerap yodium radioaktif. Pemberian obat anti kanker dan terapi penyinaran sebelum dan setelah pembedahan memberikan hasil yang cukup memuaskan.
d.      Kanker Meduler
Pada kanker meduler, kelenjar tiroid menghasilkan sejumlah besar kalsitonin (hormon yang dihasilkan oleh sel-sel tiroid tertentu). Karena juga bisa menghasilkan hormon lainnya, maka kanker ini menyebabkan gejala-gejala yang tidak biasa.
Kanker cenderung menyebar melalu sistem getah bening ke kelenjar getah bening dan melalui darah ke hati, paru-paru dan tulang.
Pada sindroma neoplasia endokrin multipel, kanker meduler bisa terjadi bersamaan dengan kanker endokrin lainnya.
Pengobatannya meliputi pengangkatan seluruh kelenjar tiroid. Lebih dari 2/3 penderita kanker meduler yang merupakan bagian dari sindroma neoplasia endokrin multipel, bertahan hidup 10 tahun; jika kanker meduler berdiri sendiri, maka angka harapan hidup penderitanya tidak sebaik itu.
Kadang kanker ini diturunkan, karena itu seseorang yang memiliki hubungan darah dengan penderita kanker meduler, sebaiknya menjalai penyaringan untuk kelainan genetik. Jika hasilnya negatif, maka hampir dapat dipastikan orang tersebut tidak akan menderita kanker meduler. Jika hasilnya positif, maka dia akan menderita kanker meduler; sehingga harus dipertimbangkan untuk menjalani pengangkatan tiroid meskipun gejalanya belum timbul dan kadar kalsitonin darah belum meningkat. Kadar kalsitonin yang tinggi atau peningkatan kadar kalsitonin yang berlebihan setelah dilakukan tes perangsangan, juga membantu dalam meramalkan apakah seseorang akan menderita kanker meduler.
PENYEBAB
Kanker tiroid lebih sering ditemukan pada orang-orang yang pernah menjalani terapi penyinaran di kepala, leher maupun dada. Faktor resiko lainnya adalah adanya riwayat keluarga yang menderita kanker tiroid dan gondok menahun.
GEJALA
·         Terdapat pembesaran kelenjar tiroid atau pembengkakan leher.
·         Suara penderita berubah atau menjadi serak.
·         Bisa terjadi batuk atau batuk berdarah, serta diare atau sembelit.
DIAGNOSA
Pertanda awal dari kanker tiroid biasanya adalah benjolan yang tidak terasa nyeri di leher. Skening tiroid bisa menentukan apakah nodulnya berfungsi atau tidak, karena nodul yang tidak berfungsi cenderung bersifat ganas.
Pemeriksaan USG bisa membantu menentukan apakah nodulnya padat atau berisi cairan. Contoh nodul biasanya diambil dengan jarum untuk keperluan biopsi. Biopsi merupakan cara terbaik untuk menentukan apakah nodulnya jinak atau ganas.
D.   KARSINOMA NASOFARING
Anatomi Nasofaring
NASOFARING disebut juga Epifaring, Rinofaring. merupakan yang terletak dibelakang rongga hidung, diatas Palatum Molle dan di bawah dasar tengkorak. Bentuknya sebagai kotak yang tidak rata dan berdinding enam, dengan ukuran melintang 4 sentimeter, tinggi 4 sentimeter dan ukuran depan belakang 2-3 sentimeter.
Batas-batasnya :
  • Dinding depan : Koane
  • Dinding belakang : Merupakan dinding melengkung setinggiVertebra Sevikalis I dan II.
  • Dinding atas : Merupakan dasar tengkorak.
  • Dinding bawah : Permukaan atas palatum molle.
  • Dinding samping : di bentuk oleh tulang maksila dan sfenoid.
Dinding samping ini berhubungan dengan ruang telinga tengah melalui tuba Eustachius. Bagian tulang rawan dari tuba Eustachius menonjol diatas ostium tuba yang disebut Torus Tubarius. Tepat di belakang Ostium Tuba. Terdapat cekungan kecil disebut Resesus Faringeus atau lebih di kenal dengan fosa Rosenmuller; yang merupakan banyak penulis merupakan lokalisasi permulaan tumbuhnya tumor ganas nasofaring. Tepi atas dari torus tubarius adalah tempat meletaknya oto levator veli velatini; bila otot ini berkontraksi, maka setium tuba meluasnya tumor, sehingga fungsinya untuk membuka ostium tuba juga terganggu. Dengan radiasi, diharapkan tumor primer dinasofaring dapat kecil atau menghilang. Dengan demikian pendengaran dapat menjadi lebih baik.
Sebaliknya dengan radiasi dosis tinggi dan jangka waktu lama, kemungkinan akan memperburuk pendengaran oleh karena dapat terjadi proses degenerasi dan atropidari koklea yang bersifat menetap, sehingga secara subjektif penderita masih mengeluh pendengaran tetap menurun.
Di nasofaring terdapat banyak saluran limfe yang terutama mengalir ke lateral bermuara kelenjar retrofaring Krause (kelenjar Rouviere). Terdapat hubungan bebas melintasi garis tengah dan hubungan langsung dengan mediastinum melalui ruang retrofaring. Metastasis jauh sering terjadi.
Pembagian daerah nasofaring :
  1. Dinding posterosuperior : daerah setinggi batas palatum durum dan mole sampai dasar tengkorak.
  2. Dinding lateral: termasuk fosa Rosenmuleri
  3. Dinding inferior: terdiri atas permukaan superior palatum mole.
Catatan: Pinggir orifisium koana termasuk pinggir posterior septum hidung dimasukkan sebagai fosa nasal.
 Histologi Nasofaring
Permukaan nasofaring berbenjol-benjol, karena dibawah epitel terdapat banyak jaringan limfosid,sehingga berbentuk seperti lipatan atau kripta. Hubungan antara epitel dengan jaringan limfosid inisangat erat, sehigga sering disebut ” Limfoepitel “.
Bloom dan Fawcett ( 1965 ) membagi mukosa nasofaring atas empat macam epitel :
  1. Epitek selapis torak bersilia ” Simple Columnar Cilated Epithelium “
  2. Epitel torak berlapis ” Stratified Columnar Epithelium “.
  3. Epitel torak berlapis bersilia “Stratified Columnar Ciliated Epithelium”
  4. Epitel torak berlapis semu bersilia ” Pseudo-Stratifed Columnar Ciliated Epithelium “.
Mengenai distribusi epitel ini, masih belum ada kesepakatan diantara para hali.60 % persen dari mukosa nasofaring dilapisi oleh epitel berlapis gepeng ” Stratified Squamous Epithelium “, dan 80 % dari dinding posteroir nasofaring dilapisi oleh epitel ini, sedangkan pada dinding lateral dan depan dilapisi oleh epitel transisional, yang meruapkan epitel peralihan antara epitel berlapis gepeng dan torak bersilia. Epitel berlapis gepeng ini umumnya dilapisi Keratin, kecuali pada Kripta yang dalam. Di pandang dari sudut embriologi, tempat pertemuan atau peralihan dua macam epitel adalah tempat yang subur untuk tumbuhnya suatu karsinoma.
Defenisi
Karsinoma nasofaring adalah tumor ganas yang tumbuh didaerah nasofaring dengan predileksi di fosa Rossenmuller dan atap nasofaring. Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang sering ditemukan pada pria berusia lebih dari 40 tahun. Banyak terdapat pada bangsa Asia terutama orang Tionghoa. Biasanya mulai dari daerah fosa Rossenmuler. Tumor ini tumbuh dari epitel yang meliputi jaringan limfoid. Tumor primer dapat kecil, akan tetapi telah menimbulkan metastasis pada kelenjar limfe regional, biasanya pada leher.
Keganasan nasofaring banyak terjadi di asia. Sering terjadi kekeliruan dalam mendiagnosis karena gejalanya yang samar-samar dan sulitnya pemeriksaan nasofaring. Diagnosis dini menentukan prognosis pasien, namun cukup sulit dilakukan, kerena nasofaring tersembunyi di belakang tabir langit-langit dan terletak di bawah dasar tengkorak serta berhubungan dengan bayak daerah penting di dalam tengkorak dan ke lateral maupun ke posterior leher. Oleh karena letak nasofaring tidak mudah diperiksa oleh mereka yang bukan ahli, seringkali tumor ditemukan terlambat dan sering menyebabkan metastasis ke leher lebih sering ditemukan sebagai gejala pertama.
Ada beberapa jenis keganasan yang terdapat di nasofaring yaitu karsinoma sel skuamous, limfoma, keganasan kelenjar ludah, dan sarcoma. Karsinoma nasofaring termasuk penting dalam skala dunia. Di Cina selatan karsinoma nasofaring menmepati kedudukan tertinggi yaitu dengan 2.500 kasus baru pertahun untuk propinsi Guan-dong atau prevalensi 39.84/100.000 penduduk. Ras Mongoloid merupakan faktor dominant timbulnya krsinoma nasofaring, sehingga sering terjadi pada penduduk Cina bagian selatan, Hongkong, Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura dan Indonesia. Ditemukan cukup banyak pula di Yunani, Afrika bagian utara seperti Aljazair dan Tunisia, pada orang Eskimo di Alaska, diduga penyebabnya adalah karena mereka memakan makanan yang diawetkan dalam musim dngin yang menggunakan bahan pengawet nitrosamine. Di Indonesia frekuensi pasien ini hampir meratadi setiap daerah. Di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta ditemukan lebih dari 100 kasus setahun, RS. Hasan Sadikin Bandung rata-rata 60 kasus, Ujung pandang 25 kasus, Palembang 25 kasus, Dnpasar 15 kasus, Padang dan Bukit tinggi 11 kasus. Demikian pula angka-angka yang didapatkan di Medan, Semarang, Surabaya dan lain-lain menunjukkan bahwa tumor ganas ini terdapat merata di Indonesia.
Salah satu etiologi karsinoma nasofaring adalah disebabkan virus Epstein-Barr. Karsinoma nasofaring lebih sering terjadi pada laki-laki, umur 40 dan 50 tahun, tetapi kadang juga dijumpai pada anak-anak. 90% adalah karsinoma, sisanya yang terbayak adalah limfoma. Karsinoma nasofaring menyebar secara local melalui perluasan langsung, secara regional melalui nodul-nodul sekitarnya, dan secara jauh melalui aliran darah. Metastase jauh ke paru-paru, tulang, dan hepar paling sering terjadi di nasofaring dibandingkan tempat lain di leher dan kepala.
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia. Hampir 60% tumor ganas kepala dan leher merupakan karsinoma nasofaring, kemudian diikuti oleh karsinoma hidung dan sinus paranasal (18%), laring (16%), dan tumor ganas rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam prosentase rendah. Berdasarkan data laboratorium patologi anatomic tumor ganas nasofaring selalu berada dalamkedudukan lima besar dari tumor ganas tubuh manusia bersama tumor ganas serviks uteri, tumor payudara, tumor getah bening dan tumor kulit.
 Etiologi
Terjadinya karsinoma nasofarin mungkin multifaktorial, proses karsinogenesisnya mungkin mencakup banyak tahap. Faktor yang mungkin terkait dengan timbulnya kanker nasofaring adalah:
  1. Kerentanan Genetik, walaupun karsinoma nasofaring tidak termasuk tumor genetic, tetapi kerntanan terhadap karsinoma nasofaring pada kelompok masyrakat tertentu relative menonjol dan memiliki agregasi familial. Analisis korelasi menunjukkan gen HLA (human leukocyte antigen) dan gen pengode enzim sitokrom p4502E (CYP2E1) kemungkinan adalah gen kerentanan terhadap karsinoma nasofaring, mereka berkaitan dengan sebagian besar karsinoma nasofaring.(8)
  2. Virus Eipstein-Barr, Banyak perhatian ditujukan kepada hubungan langsung antara karsinoma nasofaring dengan ambang titer antibody virus Epstein-Barr (EBV). Serum pasien-pasien orang asia dan afrika dengan karsinoma nasofaring primermaupun sekunder telah dibuktikan mengandung antibody Ig G terhadap antigen kapsid virus (VCA) EB dan seringkali pula terhadap antigen dini (EA); dan antibody Ig A terhadap VCA (VCA-IgA), sering dengan titer yang tinggi. Hubungan ini juga terdapat pada pasien Amerika yang mendapat karsinoma nasofaring aktif. Bentuk-bentuk anti-EBV ini berhubungan dengan karsinoma nasofaring tak berdifrensiasi dan karsinoma nasofaring non-keratinisasi yang aktif (dengan mikroskop cahaya) tetapi biasanya tidak dengan tumor sel skuamosa atau elemen limfoid dalam limfoepitelioma.(1)
  3. Faktor Lingkungan, menurut laporan luar negeri, orang cina generasi pertama (Umumnya penduduk kanton ) yang bermigrasi ke Amerika Serikat, Kanada memiliki angka kematian akibat karsinoma nasofaring 30 kali lebih tinggi dari penduduk kulit putih setempat, sedangkan pada generasi kedua turun menjadi 15 kali, generasi ketiga belum ada angka pasti, tetapi secara keseluruhan cenderung menurun. Dalam pada itu, orang kulit putih yang lahir d Asia Tenggara, angka kejadian nasofaring meningkat. Sebabnya selain pada sebagian orang terjadi perubahan pada hubungan darah, jelas factor lingungan juga berperan penting. Penelitian akhir-akhir ini menemukan zat-zat berikut berkaitan dengan timbulnya karsinoma nasofaring:
    1. Golongan Nitrosamin,diantaranya dimetilnitrosamin dan dietilnitrosamin.
    2. Hodrokarbon aromatic
    3. Unsur Renik, diantaranya nikel sulfat.(8)
Histopatologi
Kesukaran timbul dalam mengidentifikasi karsinoma nasofaring jenis sangat tidak berdiferensiasi dimana sudah tidak ada kekhususan epitelnya. Lebih dari 85% kemungkinan adalah karsinoma, mungkin 15% limfoma maligna dan kuang dari 2% tumor jaringan ikat. Sekali-sekali ditemukan neuroblastoma, silindroma dan tumor campur ganas. Menggunakan mikroskop electron, Ditemukan karsinoma nasofaring tumbuh dari lapisan skuamosa atau lapisan epitel respiratorius pada permukaan kripti nasofaring. Dindinga lateral yang ada fosa Rossenmulleri Merupakan lokasi tersering karsinoma nasofaring dan dinding faring posterior sedikit lebih jarang. Lebih jarang lagi tumor pada atap dan hanya sekali-kali pada dasar. Pada mulanya tumor sedemikian kecil sehingga sukar diketahui, atau tumbuh didaerah yang gejalanya tidak diketahui seperti pada fosa Rosenmulleri. Kemudian geajla-gejala akan muncul sesuai dengan arah penyebaran. Mungkin meluas melalui lubanga pada sisi yang sama dengan tumor atau mengikis tulang secara nekrosis tekanan.
Sesuai dengan klasifikasi karsinoma nasofaring yang diusulkan WHO tahun 1978. ada tiga jenis bentuk histologik :
  1. Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi, terdapat jembatan interseluler dan keratin, dapat dilihat dengan mikroskop cahaya.
  2. Karsinoma nonkeratinisasi, pada pemeriksaan dengan mikroskop cahaya, terdapat tanda difrensiasi, tetapi tidak ada difrensiasi skuamosa.
  3. Karsinoma tidak berdifrensiasi, sel mempunyai inti vesikuler, nucleolus yang menonjol dan dinding sel tidak tegas; tumor tampak lebih berbentuk sinsitium daripada bentuk susunan batubata.
Karsinoma limfoepitelioma didapatkan dalam bentuk kedua atau ketiga. Ditandai olah tampak banyak limfosit non maligna dan secara klinis sesuai karena respon terhadap terapi lebih baik disbanding dengan bentuk lain.
Tahun 1965 Svaboda melaporkan bahwa dari contoh jaringan yang diambil dari 14 pasien Amerika dan Cina dengan karsinoma nasofaring berdiferensiasi buruk yang diperiksa dengan mikrosko electron, semua menunjukkan adanya fibrilkeratin. Ini menimbulkan keraguan karena Who Dalam symposium internasionalnya mengenai karsinoma nasofaring than 1977 mendasarkan klasifikasinya atas hasil pemeriksaan mikroskop cahaya seperti tercantum diats, diman atidak selalu tampak keratin. Meskipun demikian klasifikasi WHO mengenai tumor nasofaring ini masih tetap dipakai.
Penentuan Stadium
Untuk penetuan stadium dipakai sistim TNM menurut UICC (1992)
T= Tumor primer
T0- Tidak tampak tumor.
T1- Tumor terbatas pada satu lokalisasi saja (lateral/posterosuperior/atap dan lain-lain).
T2 Tumor teradapt pada dua lokalisasi atau lebih tetapi masih terbatas di dalam rongga nasofaring
T3 Tumor telah keluar dari rongga nasofaring (ke rongga hidung atau orofaring)
T4 Tumor telah keluar dari nasofaring dan telah merusak tulang tengkorak atau mengenai saraf-saraf otak.
Tx Tumor tidak jelas besarnya karena pemeriksaan tidak lengkap.
N Pembesaran kelenjar getah bening regional
N0 Tidak ada pembesaran
N1 Terdapat pembesaran tetapi homolateral dan masih dapat digerakkan
N2 Terdapat pembesaran kontralateral / bilateral dan masih dapat digerakkan
N3 Terdapat pembesran, baik homolateral, kontralateral maupun bilateral yang sudah melekat pada jaringan sekitar.
M Metastase jauh
M0 Tidak ada metastasis jauh
M1 Terdapat metastasis jauh
STADIUM
Stadium I :
T1 dan N0 dan M0
Stadium II :
T2 dan N0 dan M0
Stadium III :
T1/T2/T3 dan N1 dan M0
atau T3 dan N0 dan M0
Stadium IV :
T4 dan N0/N1 dan M0
atau T1/T2/T3/T4 dan N2/N3 dan M0
atau T1/T2/T3/T4 dan N0/N1/N2/N3 dan M1(10)
Gejala dan Tanda
Gejala karsinoma nasofaring dapat dibagi dalam 4 kelompok, yaitu gejala nasofaring sendiri, gejala telinga, gejala mata, fdan syaraf, serta metastasis atau gejala di leher. Gejala nasofaring dapat berupa epistaksis ringan atau sumbatan hidung, untuk itu nasofaring harus diperiksa dengan cermat kalau perlu dengan nasofaringoskop, karena seringa gejala belum ada sedangkan tumor sudah tumbuh atau tumor tidak tampak karena masih terdapat dibawah mukosa (creeping tumor).
Gangguan pada telinga merupakan gejala dini yang timbul karena tempat asal tumor dekat muara tuba Eustachius (fosa Rosenmuller). Gangguan dapat berupa tinitus, rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri di telinga (otalgia). Tidak jarang pasien dengan gangguan pendengaran ini baru kemudian disadari bahwa penyebabnya adalah karsinma nasofaring.
Karena nasofaring berhubungan dekat dengan rongga tengkorak melalui beberapa lobang, maka gangguan beberapa lobang, dari beberapa saraf otak dapat terjadi sebagai gejala lanjut karsinoma ini. Penjalaran melalui foramen laserum akan mengenai saraf otak ke II, IV, VI dan dapat pula ke V, shingga tidak jarang gejala diplopia lah yang membawa pasien lebih dahulu ke dokter mata. Neuralgia trigeminal merupakan gejala yang sering ditemukan oleh ahli saraf jika belum terdapat keluhan lain yang berarti.
Proses karsinoma yang lanjut akan mengenai saraf otak ke IX, X, XI dan XII jika penjalaran melalui foramen jugulare, yaitu suatu tempat yang relatif jauh dari nasofaring. Gangguan ini sering disebut dengan sindrom Jackson. Bila sudah mengenai seluruh syaraf otak disebut sindrom unilateral. Dapat pula disertai dengan destruksi tulang tengkorak dan bila sudah terjadi demikian biasanya prognosisnya buruk.
Metastase kekelenjar leher dalam bentuk benjolan di leher yang mendorong pasien untuk berobat, karena sebelumnya tidak terdapat keluhan lain.
Suatu kelainan nasofaring yang disebut lesi hiperplastik nasofaring atau LHN telah diteliti di RRC yaitu tiga bentuk yang mencurigakan pada naofaring seperti pembesaran adenoid pada orang dewasa, pembesaran nodul dan mukosistis berat pada daerah nasofaring. Kelainan ini bila diikuti bertahun-tahun kemudian akan menjadi karsinoma nasofaring.
Diagnosis
Persoalan diagnostic sudah dapat dipecahkan dengan pemeriksaan CT-Scan daerah kepala dan leher, sehingga pada tumor primer yang tersembunyi pun tidak akan terlalu sulit ditemukan. Pemeriksaan foto tengkorak potongan anteroposterior, lateral dan waters menunjukan massa jaringan lunak di daerah nasofaring. Foto dasar tengkorak memperlihatkan destruksi atau erosi tulang di daerah fossa serebri media. Pemeriksaan darah tepi, fungsi hati, ginjal, dll dilakukan untuk mendeteksi metastasis. Pemeriksaan serologi IgA anti EA dan IgA anti VCA untuk infeksi virus E-B telah menunjukkan kemajuan dalam mendeteksi karsinoma nasofaring. Tetapi pemeriksaan ini hanya digunakan untuk menentukan prognosis pengobatan.
Diagnosis pasti ditegakkan dengan melakukan biopsy nasofaring. Biopsi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dari hidung atau dari mulut.
Biopsi dari hidung dilakukan tanpa melihat jelas tumornya (blind biopsy). Cunam biopsi dimasukkan melalui rongga hidung menelusuri konka media ke nasofaring kemudian cunam diarahkan ke lateral dan dilakukan biopsy. Biopsi melalui mulut dengan memakai bantuan kateter nelaton yang dimasukkan melalui hidung dan ujung kateter yang berada didalam mulut ditarik keluar dan diklem bersam-sama ujung kateter yang di hidung. Demikian juga dengan kateter dari hidung disebelahnya, sehingga palatum mole tertarik keatas. Kemudian dengan kaca laring dilihat daerah nasofaring. Biopsi dilakukan dengan melihat tumor melalui kaca tersebut atau memakai nasofaringoskop yang dimasukkan melalui mulut, massa tumor akan terlihat lebih jelas. Biopsi tumor nasofaring umumnya dilakuan dengan anestsi topical dengan Xylocain 10%. Bila dengan cara ini masih belum didapatkan hasil yang memuaskan maka dilakukan pengerokan dengan kuret daerah lateral nasofaring dalam narcosis.
Penatalaksanaan
Radioterapi masih merupakan pengobatan utama dan ditekankan pada penggunaan megavoltage dan pengaturan dengan computer. Pengobatan tambahan yang diberikan dapat berupa diseksi leher, pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin dan anti virus. Semua pengobatan tambahan ini masih dalam pengembangan, sedangkan kemoterapi masih tetap terbaik sebagai terpai adjuvant (tambahan). Bebagai macam kombinasi diebangkan, yang trbaik sampai saat ini adalah kombinasi dengan Cis-platinum sebagai inti.
Pemberian adjuvant kemoterapi Cis-platinum, bleomycin dan 5-fluorouracil saat ini sedang dikembangkan dengan hasil sementara yang cukup memuaskan. Demikian pula telah dilakukan penelitian pemberian kemoterapi praradiasi dengan epirubicin dan cis-platinum, meskipun ada efek samping yang cukup berat, tetapi memberikan harapan kesembuhan yang lebih baik. Kombinasi kemoterapi dengan mitomycin C dan 5-fluorouracil oral setiap hari sebelum diberikan radiasi yang bersifat radiosensitizer memperlihatkan hasil yang memberi harapan akan kesembuhan total pasien karsinoma nasofaring.
Pengobatan pembedahan diseksi leher radikal dilakukan terhadap benjolan di leher yang tidak menghilang pada penyinaran (residu) atau timbul kembali setelah penyinaran selesai, tetapi dengan syarat tumor induknya sudah hilang yang dibuktikan dengan pemeriksaan radiologi dan serologi. Operasi tumor induk sisa (residu) atau kambuh (residif) diindikasikan, tetapi sering timbul komplikasi yang berat akibat operasi.
Perawatan paliatif
Perhatian pertama harus diberikan pada pasien dengan pengobatan radiasi. Mulut rasa kering disebakan oleh keusakan kelenjar liur mayor maupun minor sewaktu penyinaran. Tidak banyak yang dilakukan selain menasihatkan pasien untuk makan dengan banyak kuah, membawa minuman kemanapun pergi dan mencoba memakan dan mengunyah bahan yang rasa asam sehingga merangsang keluarnya air liur. Gangguan lain adalah mukositis rongga mulut karena jamur, rasa kaku di daerah leher karena fibrosis jaringan akibat penyinaran, sakit kepala, kehilangan nafsu makan dan kadang-kadang muntah atau rasa mual.
Kesulitan yang timbul pada perawatan pasien pasca pengobatan lengkap dimana tumor tetap ada (residu) akan kambuh kembali (residif). Dapat pula timbul metastasis jauh pasca pengobatan seperti ke tulang, paru, hati, otak. Pada kedua keadaan tersebut diatastidak banyak tindakan medis yang dapat diberikan selain pengobatan simtomatis untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Paisen akhirnya meninggal dalam keadaan umum yang buruk , perdarahan dari hidung dan nasofaring yang tidak dapat dihentikan dan terganggunya fungsi alat-lata vital akibat metastasis tumor.
Prognosis
Secara keseluruhan, angka bertahan hidup 5 tahun adalah 45 %. Prognosis diperburuk oleh beberapa faktor, seperti :
  • Stadium yang lebih lanjut.
  • Usia lebih dari 40 tahun
  • Laki-laki dari pada perempuan
  • Ras Cina dari pada ras kulit putih
  • Adanya pembesaran kelenjar leher
  • Adanya kelumpuhan saraf otak adanya kerusakan tulang tengkorak
  • Adanya metastasis jauh
Komplikasi
Gejala metastasis jauh, karena 95% lebih sel kanker nasofaring berdiferensiasi buruk, dengan derajat keganasan tinggi, waktu diagnosis ditegakkan, 4,2% kasus sudah menderita metastasis jauh, Dari kasus wafat setelah radioterapi, angka metastasis jauh 45,5%. Lokasi metastasis paling sering ke tulang, paru hati. Metastasis tulang paling sering ke pelvis, vertebra, costa, dan keempat ekstremitas.

E.   KARSINOMA LARING

ANATOMI LARING

Laring
            Laring tersusun atas 9 Cartilago ( 6 Cartilago kecil dan 3 Cartilago besar ). Terbesar adalah Cartilago thyroid yang berbentuk seperti kapal, bagian depannya mengalami penonjolan membentuk “adam’s apple”, dan di dalam cartilago ini ada pita suara. Sedikit di bawah cartilago thyroid terdapat cartilago cricoid. Laring menghubungkan laringopharynx dengan trachea, terletak pada garis tengah anterior dari Leher Pada Vertebrata Cervical 4 Sampai 6.
Fungsi utama laring adalah untuk memungkinkan terjadinya vokalisasi. Laring juga melindungi jalan napas bawah dari obstruksi benda asing dan memudahkan batuk. Laring sering disebut sebagai kotak suara dan terdiri atas:
a. Epiglotis : daun katup kartilago yang menutupi ostium ke arah laring selama menelan
b. Glotis : ostium antara pita suara dalam laring
c. Kartilago Thyroid : kartilago terbesar pada trakea, sebagian dari kartilago ini membentuk jakun ( Adam’s Apple )
d. Kartilago Krikoid : satu-satunya cincin kartilago yang komplit dalam laring ( terletak di bawah kartilago thyroid )
e. Kartilago Aritenoid : digunakan dalam gerakan pita suara dengan kartilago thyroid
f. Pita suara : ligamen yang dikontrol oleh gerakan otot yang menghasilkan bunyi suara; pita suara melekat pada lumen laring.
-          Ada 2 fungsi lebih penting selain sebagai produksi suara, yaitu :
a. Laring sebagai katup, menutup selama menelan untuk mencegah aspirasi cairan atau benda padat masuk ke dalam tracheobroncial
b. Laring sebagai katup selama batuk
            Penatalaksanaan keganasan di laring tanpa memperhatikan bidang rehabilitasi belumlah lengkap. Sebagai gambaran perbandingan, diluar negeri karsinoma laring menempati tempat pertama dalam urutan kegansan di bidang THT sedangkan di RS Cipto Mangunkusomo Jakarta, karsinoma laring menduduki urutan ketiga setelah karsinoma nasofaring dan tumor ganas hidung dan sinus paranasal. Menurut data statistic dari WHO (1961) yang meliputi 35 negara seperti dikutip leh Batsakis (1979), rata-rata 1.2 orang per 100 000 penduduk meninggal oleh karsinoma laring.

ETIOLOGI
            Etiologi karsinoma nasofaring belum diketahui dengan pasti. Dikatakan oleh para ahli bahwa perokok dan peminum alcohol merupakan kelompok orang-orang dengan resiko tinggi terhadap karsinoma laring. Penelitian epidemiologic menggambarkan beberapa hal yang diduga menyebabkan terjadinya karsinoma laring yang kuat ialah rokok, alcohol da terpajan oleh sinar radioaktif.
            Penelitian yang dilakukan di RS Ciptomangunkusomo menunjukan bahwa karsinoma laring jarang ditemukan pada orang yang tidak merokok, sedangkan risiko untuk mendapatkan karsinoma laring naik sesuai dengan kenaikan jumlah rokok yang dihisap.
            Yang terpenting pada penanggulangan karsinoma laring ialah diagnosis dini dan pengobatan/ tindakan yang tepat dan kuratif karena tumornya masih terisolasi dan dapat diangkat secara radikal. Tujuan utama ialah mengeluarkan bagian laring yang terkena tumor dengan memperhatikan fungsi respirasi, fonasi serta fungsi sfingter laring.
1. Tembakau
2.  Alkohol Dan Efek  Kombinasinya
3.  Ketegangan  Vocal
4.  Laringitis Kronis
5.  Pemajanan  Industrial  Terhadap  Karsinogen
6.   Defisiensi  Nutrisi (riboflavin)
 7. Predisposisi keluarga

FREKUENSI
            Menurut penelitian dari departemen THT FKUI/RSCM pariode 1982-1987 proporsi karsinoma laring 13,8% dari 1030 kasus keganasan THT. Jumlah kasus rata-rata 25 pertahun. Perbandingan laki dan perempuan adalah 11:1 terbanyak pada usia 56-69 tahun dengan kebiasaan merokok didapatkan pada 73.94%.
            Periode 1988-1992 karsinoma laring sebesar 9,97% menduduki peringkat ketiga keganasan THT (712 kasus). Karsinoma nasofaring sebesar 71,77% diikuti oleh keganasan hidung dan paranasal 10.11%, telinga 2,11%, orofaring/tonsil 1,69%, esophagus/bronkus 1,54%, rongga mulut 1,40% dan parotis 0,28%.

HISTOPATOLOGI
Ca sel skuamosa meliputi 95% sampai 98% dari semua tumor ganas laring. Ca sel skuamosa dibagi 3 tingkat diferensiasi:
a) diferensiasi baik (grade 1)
b) berdiferensiasi sedang (grade 2)
c) berdiferensiasi buruk (grade 3)
kebanyakkan tumor ganas pita suara cenderung berdiferensiasi baik. Lesi yang mengenai hipofaring, sinus piriformis dan plika ariepiglotika kurang berdiferensiasi baik.

PATOFISIOLOGI
Karsinoma laring banyak dijumpai pada usia lanjut diatas 40 tahun. Kebanyakan pada orang laki-laki. Hal ini mungkin berkaitan dengan kebiasaan merokok, bekerja dengan debu serbuk kayu, kimia toksik atau serbuk, logam berat. Bagaimana terjadinya belum diketahui secara pasti oleh para ahli. Kanker kepala dan leher menyebabkan 5,5% dari semua penyakit keganasan. Terutama neoplasma laryngeal, 95% adalah karsinoma sel skuamosa. Bila kanker terbatas pada pita suara (intrinsik) menyebar dengan lambat. Pita suara miskin akan pembuluh limfe sehingga tidak terjadi metastase ke arah kelenjar limfe. Bila kanker melibatkan epiglottis (ekstrinsik) metastase lebih umum terjadi. Tumor superglotis dan subglotis harus cukup besar, sebelum mengenai pita suara sehingga mengakibatkan suara serak. Tumor pita suara yang sejati terjadi lebih dini biasanya pada waktu pita suara masih dapat digerakan.

KLASIFIKASI LETAK TUMOR

-          Tumor supraglotik:
Terbatas pada daerah mulai dari tepi atas epiglottis sampai batas atas glottis termasuk pita suara palsu dan ventrikel laring.
-          Tumor glotik:
Mengenai pita suara asli. Batas inferior glotik adalah 10 mm di bawah tepi bebas pita suara, 10 mm merupakan batas inferior otot-otot intrinsic pita suara. Batas superior adalah ventrikel laring. Oleh karena itu tumor glotik dapat mengenai 1 atau ke 2 pita suara, dapat  meluas ke subglotik sejauh 10 mm dan dapat mengenai komisura anterior atau posterior atau prosessus vokalis kartilago aritenoid.
-          Tumor subglotik:
Tumbuh lebih dari 10 mm di bawah tepi bebas pita suara asli sampai batas inferior krikoid.
-          Tumor ganas transglotik:
Tumor yang menyeberangi ventrikel mengenai pita suara asli dan pita suara palsu atau meluas ke subglotik lebih dari 10 mm.

GEJALA KLINIK
1. Serak:
            Gejala utama Ca laring, merupakan gejala dini tumor pita suara. Hal ini disebabkan karena gangguan fungsi fonasi laring. Kualitas nada sangat dipengaruhi oleh besar celah glotik, besar pita suara, ketajaman tepi pita suara, kecepatan getaran dan ketegangan pita suara.
            Pada tumor ganas laring, pita suara gagal berfungsi secara baik disebabkan oleh ketidak teraturan pita suara, oklusi atau penyempitan celah glotik, terserangnya otot-otot vokalis, sendi dan ligament krikoaritenoid dan kadang-kadang menyerang saraf. Adanya tumor di pita suara akan mengganggu gerak maupun getaran kedua pita suara tersebut. Serak menyebabkan kualitas suara menjadi semakin kasar, mengganggu, sumbang dan nadanya lebih rendah dari biasa. Kadang-kadang bisa afoni karena nyeri, sumbatan jalan nafas atau paralisis komplit.
             Hubungan antara serak dengan tumor laring tergantung pada letak tumor. Apabila tumor laring tumbuh pada pita suara asli, serak merupakan gejala dini dan menetap. Apabila tumor tumbuh di daerah ventrikel laring, dibagian bawah plika ventrikularis atau dibatas inferior pita suara, serak akan timbul kemudian.
            Pada tumor supraglotis dan subglotis, serak dapat merupakan gejala akhir atau tidak timbul sama sekali. Pada kelompok ini, gejala pertama tidak khas dan subjektif seperti perasaan tidak nyaman, rasa ada yang mengganjal di tenggorok. Tumor hipofaring jarang menimbulkan serak kecuali tumornya eksentif.
2. Suara bergumam (hot potato voice): fiksasi dan nyeri menimbulkan suara bergumam.
3. Dispnea dan stridor:
            Gejala yang disebabkan sumbatan jalan nafas dan dapat timbul pada tiap tumor laring. Gejala ini disebabkan oleh gangguan jalan nafas oleh massa tumor, penumpukan kotoran atau secret maupun oleh fiksasi pita suara. Pada tumor supraglotik dan transglotik terdapat kedua gejala tersebut. Sumbatan yang terjadi perlahan-lahan dapat dikompensasi. Pada umunya dispnea dan stridor adalah tanda prognosis yang kurang baik.
4. Nyeri tenggorok:  keluhan ini dapat bervariasi dari rasa goresan sampai rasa nyeri yang tajam.
5. Disfagia:
            Merupakan ciri khas tumor pangkal lidah, supraglotik, hipofaring dan sinus piriformis. Keluhan ini merupakan keluhan yang paling sering pada tumor ganas postkrikoid. Rasa nyeri ketika menelan (odinofagia) menandakan adanya tumor ganas lanjut yang mengenai struktur ekstra laring.
6. Batuk dan hemoptisis:
            Batuk jarang ditemukan pada tumor ganas glotik, biasanya timbul dengan tertekanya hipofaring disertai secret yang mengalir ke dalam laring. Hemoptisis sering terjadi pada tumor glotik dan tumor supraglotik.
7. Nyeri alih ke telinga ipsilateral, halitosis, hemoptisis, batuk dan penurunan berat badan menandaka perluasan tumor ke luar laring atau metastasis jauh.
8. Pembesaran kelenjar getah bening leher dipertimbangkan sebagai metastasis tumor ganas yang menunjukkan tumor pada stadium lanjut.
9. Nyeri tekan laring adalah gejala lanjut yang disebabkan oleh komplikasi supurasi tumor yang menyerang kartilago tiroid dan perikondrium.

Diagnosis
            Diagnosis ditebgakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis. Pemeriksaan laring dapat dilakukan dengan cara tidak langsung menggunakan kaca laring atau langsung dengan mengggunakan laringoskop. Pemeriksaan ini untuk menilai lokasi tumor, penyebaran tumor kemudian dilakukan biopsy untuk pemeriksaan patologi anatomic.
            Pemeriksaan penunjang yang diperlukan selain pemeriksaan laboratorium darah juga pemeriksaan radiologic. Foto toraks diperlukan untuk menilai keadaan paru, ada atau tidaknya proses spesifik dan metastasis di paru. CT scan laring dapat memeperlihatkan keadaan penjalaran tumor pada tulang rawan tiroid dan daerah pre-epiglotis serta metastasis kelenjar getah bening leher.
            Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan patologi anatomic dari bahan biopsy laring dan biopsy laring dan biopsy jarum halus pada pembesaran kelenjar getah bening di leher. Dari hasil patologi anatomi yang terbanyak adalah karsinoma sel skuamosa.

v  KLASIFIKASI TUMOR GANAS LARING (AJCC DAN UICC 1988)
A) TUMOR PRIMER (T)
Supraglotik
Tis       karsinoma in situ
T1        tumr terdapat pada satu sisi suara/pita suara palsu (gerakan masih baik)
T2        tumor sudah menjalar ke 1 dan 2 sisi daerah supraglotis dan glottis masih bisa bergerak      (tidak terfiksir)
T3        tumor terbatas pada laring dan sudah terfiksir atau meluas ke daerah krikoid bagian           belakang, dinding medial dari sinus prirformis dan ke arah rongga pre epiglottis.
T4        tumor sudah meluas ke luar laring, menginfiltrasi orofaring jaringan lunak pada leher          atau merusak tulang rawan tiroid.
Glottis
Tis       karisnoma in situ
T1        tumor mengenai satu atau dua sisi pita suara, tetapi gerakan pita suara masih baik, atau      tumor sudah terdapat pada komisura anterior atau posterior.
T2        tumor meluas ke daerah supraglotis atau subglotis, pita suara masih dapat bergerak atau     sudah terfiksasi (impaired mobility).
T3        tumor meliputi laring dan pita suara sudah terfiksasi.
T4        tumor sangat luas dengan kerusakan tulang rawan tiroid atau sudah keluar dari laring.
Subglotik
Tis       karsinoma in situ
T1        tumor terbatas pada daerah subglotis
T2        tumor sudah meluas ke pita, pita suara masih dapat bergerak atau sudaj terfiksasi.
T3        tumor sudah mengenai laring dan pita suara sudah terfiksasi.
T4        tumor yang luas dengan destruksi tulang rawan atau perluasan ke luar laring atau kedua-   duanya.
Penjalaran ke kelenjar limfa (N)
Nx       kelenjar limfa tidak teraba
N0       secara klinis kelenjar tidak teraba
N1       secara klinis tidak teraba satu kelenjar linfa dengan ukuran diameter 3 cm homolateral.
N2       teraba kelenjar limfe tunggal, ipsilateral dengan ukuran diameter 3-6cm
N2a     satu kelenjar limfa ipsilateral, diameter lebih dari 3 cm tapi tidak lebih dari 6 cm.
N2b     multiple kelenjar limfa ipsilateral, diameter tidak lebih dari 6 cm
N3       metastasis kelenjar limfa lebih dari 6 cm.
Metastasis jauh (M
Mx       tidak terdapat/terdeteksi.
M0       tidak ada metastasis jauh
M1       terdapat metastasis jauh.
Staging (= stadium)
ST1      T1        N0       M0
STII     T2        N0       M0
STIII   T3        N0       M0, T1/T2/T3  N1  M0
STIV   T4        N0/N1 M0
            T1/T2/T3/T4    N2/N3
o   T1/T2/T3/T4    N1/N2/N3       M

Penatalaksanaan
            Setelah diagnosis dan stadium tumor ditegakkan maka ditentukan tindakan yang akan diambil sebagai penanggulanangannya.
            Ada 3 cara penanggulangan yang lazim dilakukan yakni pembedahan, radiasi, obat sitostatika atau pun kombinasi daripadanya, tergantung pada stadium penyakit dan keadaan umum pasien.
            Sebagai patokan dapat dikatakan stadium 1 dikirim untuk mendapatkan radiasi, stadium 2 dan 3 dikirim untuk operasi, stadium 4 dilakukan operasi dengan rekonstruksi bila masih memungkinkan atau dikirim untuk mendapatkan radiasi.
            Jenis pembedahan adalah laringektomi totalis atau pun parsial, tergantung lokasi dan penjalaran tumor, serta dilakukan juga diseksi leher radikal bila terdapat penjalaran ke kelenjar limfa leher.
            Pemakaian sitostatika belum memuaskan, biasanya jadwal peberian sitostatika tidak sampai selesai karena keadaan umum memburuk di samping harga obat ini yang relative mahal sehingga tidak terjangkau oleh pasien.
            Para ahli berpendapat bahwa tumor laring ini mempunyai prognosis yang palaing baik di antara tumor-tumor daerah traktus aero-digestivus bila dikella dengan tepat, cepat dan radikal.

Rehabilitasi Suara
            Laringektomi yang dikerjakan untuk mengobati karsinoma laring menyebabkan cacat pada pasien. Dengan dilakukannya pengangkatan laring beserta pita suara yang ada di dalamnya, maka pasien akan menjdai afonia dan bernafas melalui stoma permanen di leher.
            Untuk itu diperlukan rehabilitasi terhadap pasien, baik yang bersifat umum yakni agar pasien dapat bermasyarakt dan mandiri kembali maupun rehabilitasi khusus yakni rehabilitasi suara (voice rehabilitation), agar pasien dapat berbicara (bersuara) sehingga berkomunikasi verbal. Rehabilitasi suara dapat dilakukan dengan pertolongan alat bantu suara yakni semacam vibrator yang ditempelkan di daerah submandibula atau pun dengan suara yang dihasilkan dari esophagus (esophageal speech) melalui proses belajar. Banyak faktor yang mempengaruhi suksesnya proses rehabilitasi suara ini tetapi dapat disimpulkan menjadi 2 faktor utama ialah faktor fisik dan faktor psiko-sosial.
            Suatu hal yang sangat membantu adalah pembentukan wadah perkumpulan guna menghimpun pasien-ppasien tuna-laring guna menyokong aspek psikis dalam lingkup yang luas dari pasien baik sebelum maupun sesudah operasi.            

Anamnesis Tambahan
      Benjolan
     Lokasi (pertama x, tempat lain)
     Sifat benjolan: batas, konsistensi, warna, ulcus, dapat digerakkan/tidak
     Nyeri
      Keluhan lain
     BB menurun
      Sejak kapan, bagaimana sifatnya
      Nafsu makan menurun/meningkat/normal
     Pengaruh mens ada/tidak
     Gangguan pernapasan, saat makan, pendengaran
     Demam
     gejala penyerta lainnya
      Riwayat medis: radiasi, pil KB,
      Riwayat kebiasaan hidup: rokok, alkohol, ikan asin
      Riwayat keluarga

Pemeriksaan Fisis Tambahan
      Inspeksi
Benjolan
      Lokasi
      Sifat benjolan: ukuran, warna, ulcus
      Menelan: ikut gerakan / tidak
        Palpasi
1. Benjolan: batas, permukaan, konsistensi, mudah digerakkan/tidak,
2. Kelenjar limfe leher: submental, submandibular, jugularis, asesorius, supra dan infraklavikular
3. Kelenjar limfe aksilla dan inguinal







Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ebook kedokteran frontal1st merupakan sebuah blog dofollow. bila anda seorang blogger, maka dengan berkomentar di ebook kedokteran frontal1st anda akan secara otomatis memperoleh backlink cuma-cuma. Namun, sangat diharapkan anda berkomentar dengan bijak.