SKENARIO 2
Seorang wanita berusia 17 tahun dibawa ke IGD Rumah Sakit dengan keluhan utama sakit perut di daerah kanan bawah. Rasa sakit ini datang tiba-tiba yang membuat ia terbangun dari tidur tadi malam karena kesakitan. Keluhan utama diatas disertai rasa mual dan beberapa kali muntah. Pasien pasien juga mengeluh mengalami menggigil.
KATA SULIT
1. Mual adalah perasaan tidak enak pada belakang tenggorok dan epigastrium karena peningkatan asam lambung pada epigastrium sehingga terjadi perubahan aktivitas saluran cerna.
2. Muntah adalah keadaan semua isi lambung dikeluarkan melalui mulut akibat kontraksi kuat, peningkatan peristaltik usus, peregangan otot-otot perut dan diafragma.
3. Menggigil adalah kontraksi otot-otot rangka untuk menghasilkan panas tubuh sebagai kompensasi dari pengeluaran panas tubuh melebihi pemasukan panas
KATA KUNCI
1. Wanita 17 tahun
2. Sakit perut di daerah kanan bawah
3. Rasa mual
4. Muntah
5. Menggigil
PERTANYAAN
1. Jelaskan anatomi, histologi, fisiologi, dan biokimia organ-organ yang terkait pada kasus!
2. Bagaimana mekanisme terjadinya gejala mual, muntah, dan menggigil pada kasus?
3. Apa hubungan menggigil dan sakit perut pada kasus?
4. Tentukan epidemiologi, etiologi, patomekanisme, penegakan diagnosis, terapi, prognosis, dan pencegahan dari diagnosis banding!
JAWABAN
1. Anatomi dan fisiologi sistem pencernaan manusia
Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses tersebut dari tubuh.
Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.
a. Mulut
Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air pada hewan. Mulut biasanya terletak di kepala dan umumnya merupakan bagian awal dari sistem pencernaan lengkap yang berakhir di anus.
Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari mulut dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di permukaan lidah. Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari manis, asam, asin dan pahit. Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung dan lebih rumit, terdiri dari berbagai macam bau.
Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh gigi belakang (molar, geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah juga mengandung antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah protein dan menyerang bakteri secara langsung. Proses menelan dimulai secara sadar dan berlanjut secara otomatis.
b. Tenggorokan
Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Didalam lengkung faring terdapat tonsil ( amandel ) yaitu kelenjar limfe yang banyak mengandung kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi, disini terletak bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang belakang
Keatas bagian depan berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang bernama koana, keadaan tekak berhubungan dengan rongga mulut dengan perantaraan lubang yang disebut ismus fausium
Tekak terdiri dari; Bagian superior yaitu bagian yang sangat tinggi dengan hidung, bagian media yaitu bagian yang sama tinggi dengan mulut dan bagian inferior yaitu bagian yang sama tinggi dengan laring.
Bagian superior disebut nasofaring, pada nasofaring bermuara tuba yang menghubungkan tekak dengan ruang gendang telinga,Bagian media disebut orofaring,bagian ini berbatas kedepan sampai diakar lidah bagian inferior disebut laring gofaring yang menghubungkan orofaring dengan laring
c. Kerongkongan
Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan berjalan melalui kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik. Sering juga disebut esophagus. Esofagus bertemu dengan faring pada ruas ke-6 tulang belakang. Menurut histologi.
Esofagus dibagi menjadi tiga bagian:
a) bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka)
b) bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus)
c) serta bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus).
d. Lambuing
Merupakan organ otot berongga yang besar . Terdiri dari 3 bagian yaitu
a) Kardia.
b) Fundus.
c) Antrum.
Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui otot berbentuk cincin (sfinter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan normal, sfinter menghalangi masuknya kembali isi lambung ke dalam kerongkongan.
Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting :
a). Lendir
Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung. Setiap kelainan pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan kerusakan yang mengarah kepada terbentuknya tukak lambung.
b). Asam klorida (HCl)
Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga berperan sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri.
c). Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein)
e. Usus kecil
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak.
Lapisan usus halus ; lapisan mukosa ( sebelah dalam ), lapisan otot melingkar ( M sirkuler ), lapisan otot memanjang ( M Longitidinal ) dan lapisan serosa ( Sebelah Luar )
Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum).
a). Usus dua belas jari (Duodenum)
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum). Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum Treitz.
Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu. Nama duodenum berasal dari bahasa Latin duodenum digitorum, yang berarti dua belas jari.
Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan.
b). Usus Kosong (jejenum)
Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium.
Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas permukaan dari usus. Secara histologis dapat dibedakan dengan usus dua belas jari, yakni berkurangnya kelenjar Brunner. Secara hitologis pula dapat dibedakan dengan usus penyerapan, yakni sedikitnya sel goblet dan plak Peyeri. Sedikit sulit untuk membedakan usus kosong dan usus penyerapan secara makroskopis.
c). Usus Penyerapan (illeum)
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem pencernaan manusia, ) ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu.
f. Usus besar
Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Usus besar terdiri dari :Kolon asendens (kanan), Kolon transversum, Kolon desendens (kiri), Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum). Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi.
Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.
g. Usus buntu
Usus buntu atau sekum adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon menanjak dari usus. Apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu. Infeksi pada organ ini disebut apendisitis. Apendisitis yang parah dapat menyebabkan apendiks pecah dan membentuk nanah di dalam rongga abdomen atau peritonitis (infeksi rongga abdomen).
Dalam anatomi appendix adalah hujung buntu tabung yang menyambung dengan caecum. Umbai cacing terbentuk dari caecum pada tahap embrio. Dalam orang dewasa, Umbai cacing berukuran sekitar 10 cm tetapi bisa bervariasi dari 2 sampai 20 cm. Walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa berbeda – bisa di retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak di peritoneum. Apendiks tidak memiliki fungsi yang spesifik dan organ vestigial (sisihan), namun apendiks mempunyai fungsi dalam sistem limfatik. Operasi membuang apendiks dikenal sebagai appendektomi.
i. Rektum dan anus
Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di dalam rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi.
Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk menunda BAB.
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lannya dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar – BAB), yang merupakan fungsi utama anus.
j. Pancreas
Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua fungsi utama yaitu menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon penting seperti insulin. Pankreas terletak pada bagian posterior perut dan berhubungan erat dengan duodenum (usus dua belas jari). Pankraes terdiri dari 2 jaringan dasar yaitu : Asini, menghasilkan enzim-enzim pencernaan. Pulau pankreas, menghasilkan hormon.
Pankreas melepaskan enzim pencernaan ke dalam duodenum dan melepaskan hormon ke dalam darah. Enzim yang dilepaskan oleh pankreas akan mencerna protein, karbohidrat dan lemak. Enzim proteolitik memecah protein ke dalam bentuk yang dapat digunakan oleh tubuh dan dilepaskan dalam bentuk inaktif. Enzim ini hanya akan aktif jika telah mencapai saluran pencernaan. Pankreas juga melepaskan sejumlah besar sodium bikarbonat, yang berfungsii melindungi duodenum dengan cara menetralkan asam lambung.
k. Hati
Hati merupakan sebuah organ yang terbesar di dalam badan manusia dan memiliki berbagai fungsi, beberapa diantaranya berhubungan dengan pencernaan.
Organ ini memainkan peran penting dalam metabolisme dan memiliki beberapa fungsi dalam tubuh termasuk penyimpanan glikogen, sintesis protein plasma, dan penetralan obat. Dia juga memproduksii bile, yang penting dalam pencernaan. Istilah medis yang bersangkutan dengan hati biasanya dimulai dalam hepat- atau hepatik dari kata Yunani untuk hati, hepar.
Zat-zat gizi dari makanan diserap ke dalam dinding usus yang kaya akan pembuluh darah yang kecil-kecil (kapiler). Kapiler inii mengalirkan darah ke dalam vena yang bergabung dengan vena yang lebih besar dan pada akhirnya masuk ke dalam hati sebagai vena porta. Vena porta terbagi menjadi pembuluh-pembuluh kecil di dalam hati, dimana darah yang masuk diolah.
Hati melakukan proses tersebut dengan kecepatan tinggi, setelah darah diperkaya dengan zat-zat gizi, darah dialirkan ke dalam sirkulasii umum.
l. Kandung empedu
Kandung empedu (gallbladder) adalah organ berbentuk buah pir yang dapat menyimpan sekitar 50 ml empedu yang dibutuhkan tubuh untuk proses pencernaan. Pada manusia, panjang kandung empedu adalah sekitar 7-10 cm dan berwarna hijau gelap – bukan karena warna jaringannya, melainkan karena warna cairan empedu yang dikandungnya. Organ ini terhubungkan dengan hati dan usus dua belas jari melalui saluran empedu.
Empedu memiliki 2 fungsi penting yaitu:
a) Membantu pencernaan dan penyerapan lemak
b) Berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama haemoglobin (Hb) yang berasal dari penghancuran sel darah merah dan kelebihan kolesterol.
2. Mekanisme terjadinya gejala mual, muntah, dan menggigil pada kasus
• Mual
Mual adalah pengenalan secara sadar terhadap eksitasi bawah sadar pada daerah medulla yang secara erat berhubungan dengan atau merupakan bagian dari pusat muntah, dan mual disebabkan oleh:
1. Impuls iritatif yang datang dari traktus GI
2. Impuls yang berasal dari otak bawah yang berhubungan dengan motion sickness
3. Impuls dari korteks serebri untuk mencetuskana muntah
• Muntah
Muntah merupakan suatu cara traktus GI membersihkan dirinya sendirii dari isinya ketika hampir semua bagian atas traktus GI teriritasi secara luas, sangat mengembang, atau bahkan terlalu terangsang. Distensi atau iritasi yang berlebihan dari duodenum menyebabkan suatu rangsangan khusus yang kuat untuk muntah. Sinyal sensoris yang mencetuskan muntah terutama berasal dari faring, oesophagus, lambung, dan bagian atas usus halus. Impuls syaraf kemudian ditransmisikan, baik oleh serabut syaraf afferent vagal maupun oleh syaraf sympatis ke berbagai nucleus yang tersebar di batang otak yang semuanya bersama-sama disebut pusat muntah. Efek yang pertama adalah (1) bernapas dalam (2) naiknya tulang lidah dan laring untuk menarik sfingter esophagus bagian atas supaya terbuka (3) penutupan glottis untuk mencegah aliran muntah memasuki paru, (4) pengangkatan pallatum molle untuk menutupi nares anterior. Kemudian datang kontraksi diafragma yang kuat ke bawah bersama dengan kontraksi semua otot dinding abdomen.
3. Hubungan menggigil dan sakit perut pada kasus
4. Diagnosis banding
Appendisitis
Anatomi dan fisiologi Apendiks
Apendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang kira-kira 10 cm dan berpangkal pada sekum. Apendiks memiliki lumen sempit dibagian proximal dan melebar pada bagian distal. Saat lahir, apendiks pendek dan melebar dipersambungan dengan sekum. Selama anak-anak, pertumbuhannya biasanya berotasi ke dalam retrocaecal tapi masih dalam intraperitoneal.
Pada apendiks terdapat 3 tanea coli yang menyatu dipersambungan caecum dan berguna dalam menandakan tempat untuk mendeteksi apendiks. Posisi apendiks terbanyak adalah retrocaecal (74%), pelvic (21%), patileal (5%), paracaecal (2%), subcaecal (1,5%) dan preleal (1%). Apendiks mendapat vaskularisasi oleh arteri apendicular yang merupakan cabang dari arteri ileocolica. Arteri apendiks termasuk end arteri. Apendiks memiliki lebih dari 6 saluran limfe melintangi mesoapendiks menuju ke nodus limfe ileocaeca.
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti a.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri visceral pada apendisitis bermula disekitar umbilikus.
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Lendir dicurahkan ke caecum. Jika terjadi hambatan, maka akan terjadii apendisitis akut. GALT (Gut Assoiated Lymphoid Tisuue) yang terdapat pada apendiks menghasilkan Ig-A. Namun jika apendiks diangkat, tidak ada mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlahnya yang sedikit sekali.
Epidemiologi
Apendisitis akut adalah suatu radang yang timbul secara mendadak pada apendik dan merupakan salah satu kasus akut abdomen yang paling sering ditemui. Apendisitis akut merupakan radang bakteri yang dicetuskan berbagai faktor, diantaranya adalah hiperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks dan cacing ascaris dapat juga menimbulkan penyumbatan.
Insiden apendisitis akut lebih tinggi pada negara maju dibandingkan dengan negara berkembang. Namun dalam tiga sampai empat dasawarsa terakhir menurun secara bermakna, yaitu 100 kasus tiap 100.000 populasi mejadi 52 tiap 100.000 populasi. Kejadian ini mungkin disebabkan oleh perubahan pola makan.
Menurut data epidemiologi apendisitis akut jarang terjadi pada balita, sedangkan meningkat pada pubertas, dan mencapaii puncaknya pada saat remaja dan awal usia 20-an, dan angka inii menurun pada usia menjelang dewasa. Insiden apendisitis memilikii rasio yang sama antara wanita dan laki-laki pada masa prapubertas. Sedangkan pada masa remaja dan dewasa muda rasionya menjadi 3:2.
Etiologi apendisitis akut
Apendisitis akut disebabkan oleh proses radang bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus. Ada beberapa faktor yang mempermudah terjadinya radang apendiks, diantaranya :
• Faktor Obstruksi
Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hiperplasia jaringan lymphoid sub mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing dan sebab lainnya 1% diantaranya sumbatan oleh parasit dan cacing.
• Faktor Bakteri
Infeksi enterogen merupakan faktor patogenesis primer pada apendisitis akut. Bakteri yang ditemukan biasanya E.coli, Bacteriodes fragililis, Splanchicus, Lacto-bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes splanicus.
• Kecenderungan familiar
Hal ini dihubungkan dengan terdapatnya malformasi yang herediter
dari organ apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan letaknya yang memudahkan terjadi apendisitis.
• Faktor ras dan diet
Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan
sehari-hari.
Patofisiologi apendisitis akut
Apendisitis akut merupakan peradangan akut pada apendiks yang disebabkan oleh bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus. Obstruksi pada lumen menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan intralumen. Tekanan di dalam sekum akan meningkat. Kombinasi tekanan tinggi di seikum dan peningkatan flora kuman di kolon mengakibatkan sembelit, hal ini menjadi pencetus radang dimukosa apendiks.Perkembangan dari apendisitis mukosa menjadii apendisitis komplit, yang meliputi semua lapisan dinding apendiks tentu dipengaruhi oleh berbagai faktor pencetus setempat yang menghambat pengosongan lumen apendiks atau mengganggu motilitas normal apendiks.
Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami hipoksia, menghambat aliran limfe,terjadii ulserasi mukosa dan invasi bakteri. Infeksi menyebabkan pembengkakan apendiks bertambah (edema) dan semakin iskemik karena terjadi trombosis pembuluh darah intramural (dinding apendiks). Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Gangren dan perforasi khas dapat terjadi dalam 24-36 jam, tapi waktu tersebut dapat berbeda-beda setiap pasien karena ditentukan banyak faktor.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut. Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan mengalami eksaserbasi akut.
Penegakan diagnosa apendisitis akut
Gambaran klinis pada apendisitis akut yaitu :
• Tanda awal nyeri di epigastrium atau regio umbilicus disertai mual dan anorexia. Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5 - 38,5C. Bila suhu lebih tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi.
• Nyeri berpindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda rangsangan peritoneum lokal di titik Mc Burney, nyeri tekan, nyeri lepas dan adanya defans muskuler.
• Nyeri rangsangan peritoneum tak langsung nyeri kanan bawah pada tekanan kiri (Rovsing’s Sign) nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan (Blumberg’s Sign) batuk atau mengedan
Pemeriksaan Fisik
• Inspeksi
o Tidak ditemukan gambaran spesifik.
o Kembung sering terlihat pada komplikasi perforasi.
o Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada masaa atau abses periapendikuler.
o Tampak perut kanan bawah tertinggal pada pernafasan
• Palpasi
o nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa disertai nyerii tekan lepas.
o defans muscular menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale.
o pada apendisitis retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam untuk menentukan adanya rasa nyeri.
• Perkusi
o pekak hati menghilang jika terjadi perforasi usus.
• Auskultasi
o biasanya normal
o peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis generalisata akibat apendisitis perforata
• Rectal Toucher
o tonus musculus sfingter ani baik
o ampula kolaps
o nyeri tekan pada daerah jam 9 dan 12
o terdapat massa yang menekan rectum (jika ada abses).
• Uji Psoas
Dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila apendiks yang meradang menepel di m. poas mayor, tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri.
• Uji Obturator
Digunakan untuk melihat apakah apendiks yang meradang kontak dengan m. obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil. Gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang akan menimbulkan nyeri pada apendisitis pelvika. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak apendiks.
• Alvarado Score
Characteristic Score
M = Migration of pain to the RLQ 1
A = Anorexia 1
N = Nausea and vomiting 1
T = Tenderness in RLQ 2
R = Rebound pain 1
E = Elevated temperature 1
L = Leukocytosis 2
S = Shift of WBC to the left 1
Total 10
Dinyatakan appendisitis akut bila skor > 7 poin
Pemeriksaan penunjang
Laboratorium
Pemeriksaan darah
- leukositosis pada kebanyakan kasus appendisitis akut terutama pada kasus dengan komplikasi.
- pada appendicular infiltrat, LED akan meningkat.
Pemeriksaan urin untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan appendicitis.
Radiologis
Foto polos abdomen
Pada appendicitis akut yang terjadi lambat dan telah terjadii komplikasi (misalnya peritonitis) tampak :
- scoliosis ke kanan
- psoas shadow tak tampak
- bayangan gas usus kanan bawah tak tampak
- garis retroperitoneal fat sisi kanan tubuh tak tampak
- 5% dari penderita menunjukkan fecalith radio-opak
USG
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan USG, terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan USG dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti kehamilan ektopik, adnecitis dan sebagainya.
Barium enema
Yaitu suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke colon melalui anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-komplikasi dari appendicitis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan diagnosis banding.
CT-Scan
Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendicitis. Selain itu juga dapat menunjukkan komplikasi dari appendicitis seperti bila terjadi abses.
Laparoscopi
Yaitu suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang dimasukkan dalam abdomen, appendix dapat divisualisasikan secara langsung. Tehnik ini dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Bila pada saat melakukan tindakan ini didapatkan peradangan pada appendix maka pada saat itu juga dapat langsung dilakukan pengangkatan appendix (appendectomy).
Penatalaksanaan apendisitis akut
Perawatan Kegawatdaruratan
• Berikan terapi kristaloid untuk pasien dengan tanda-tanda klinis dehidrasi atau septicemia.
• Pasien dengan dugaan apendisitis sebaiknya tidak diberikan apapun melalui mulut.
• Berikan analgesik dan antiemetik parenteral untuk kenyamanan pasien.
• Pertimbangkan adanya kehamilan ektopik pada wanita usia subur, dan lakukan pengukuran kadar hCG
• Berikan antibiotik intravena pada pasien dengan tanda-tanda septicemia dan pasien yang akan dilanjutkan ke laparotomi.
Antibiotik Pre-Operatif
• Pemberian antibiotik pre-operatif telah menunjukkan keberhasilan dalam menurunkan tingkat luka infeksi pasca bedah.
• Pemberian antibiotic spektrum luas untuk gram negatif dan anaerob diindikasikan.
• Antibiotik preoperative harus diberikan dalam hubungannya pembedahan.
Tindakan Operasi
• Apendiktomi, pemotongan apendiks.
• Jika apendiks mengalami perforasi, maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika.
• Bila terjadi abses apendiks maka terlebih dahulu diobati dengan antibiotika IV, massanya mungkin mengecil, atau abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka waktu beberapa hari.
Ileus Obstruktif
Definisi
Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi usus (Sabara, 2007).
Etiologi
Ileus obstruktif dapat disebabkan oleh (Doherty et al 2002) :
1. Adhesi (perlekatan usus halus) merupakan penyebab tersering ileus obstruktif, sekitar 50-70% dari semua kasus. Adhesi bisa disebabkan oleh riwayat operasi intraabdominal sebelumnya atau proses inflamasi intraabdominal. Obstruksi yang disebabkan oleh adhesi berkembang sekitar 5% dari pasien yang mengalami operasi abdomen dalam hidupnya. Perlengketan kongenital juga dapat menimbulkan ileus obstruktif di dalam masa anak-anak.
2. Hernia inkarserata eksternal (inguinal, femoral, umbilikal, insisional, atau parastomal) merupakan yang terbanyak kedua sebagai penyebab ileus obstruktif , dan merupakan penyebab tersering pada pasien yang tidak mempunyai riwayat operasi abdomen. Hernia interna (paraduodenal, kecacatan mesentericus, dan hernia foramen Winslow) juga bisa menyebabkan hernia.
3. Neoplasma. Tumor primer usus halus dapat menyebabkan obstruksi intralumen, sedangkan tumor metastase atau tumor intraabdominal dapat menyebabkan obstruksi melalui kompresi eksternal.
4. Intususepsi usus halus menimbulkan obstruksi dan iskhemia terhadap bagian usus yang mengalami intususepsi. Tumor, polip, atau pembesaran limphanodus mesentericus dapat sebagai petunjuk awal adanya intususepsi.
5. Penyakit Crohn dapat menyebabkan obstruksi sekunder sampai inflamasi akut selama masa infeksi atau karena striktur yang kronik.
6. Volvulus sering disebabkan oleh adhesi atau kelainan kongenital, seperti malrotasi usus. Volvulus lebih sering sebagai penyebab obstruksi usus besar.
7. Batu empedu yang masuk ke ileus. Inflamasi yang berat dari kantong empedu menyebabkan fistul dari saluran empedu ke duodenum atau usus halus yang menyebabkan batu empedu masuk ke traktus gastrointestinal. Batu empedu yang besar dapat terjepit di usus halus, umumnya pada bagian ileum terminal atau katup ileocaecal yang menyebabkan obstruksi.
8. Striktur yang sekunder yang berhubungan dengan iskhemia, inflamasi, terapi radiasi, atau trauma operasi.
9. Penekanan eksternal oleh tumor, abses, hematoma, intususepsi, atau penumpukan cairan.
10. Benda asing, seperti bezoar.
11. Divertikulum Meckel yang bisa menyebabkan volvulus, intususepsi, atau hernia Littre.
12. Fibrosis kistik dapat menyebabkan obstruksi parsial kronik pada ileum distalis dan kolon kanan sebagai akibat adanya benda seperti mekonium.
Klasifikasi ileus obstruktif
Berdasarkan penyebabnya ileus obstruktif dibedakan menjadi tiga kelompok (Bailey,2002):
a. Lesi-lesi intraluminal, misalnya fekalit, benda asing, bezoar, batu empedu.
b. Lesi-lesi intramural, misalnya malignansi atau inflamasi.
c. Lesi-lesi ekstramural, misalnya adhesi, hernia, volvulus atau intususepsi.
Ileus obstruktif dibagi lagi menjadi tiga jenis dasar (Sjamsuhidajat & Jong,2005; Sabiston,1995):
a. Ileus obstruktif sederhana, dimana obstruksi tidak disertai dengan terjepitnya pembuluh darah.
b. Ileus obstruktif strangulasi, dimana obstruksi yang disertai adanya penjepitan pembuluh darah sehingga terjadi iskemia yang akan berakhir dengan nekrosis atau gangren yang ditandai dengan gejala umum berat yang disebabkan oleh toksin dari jaringan gangren.
c. Ileus obstruktif jenis gelung tertutup, dimana terjadi bila jalan masuk dan keluar suatu gelung usu tersumbat, dimana paling sedikit terdapat dua tempat obstruksi.
Untuk keperluan klinis, ileus obstruktif dibagi dua (Stone, 2004):
a. Ileus obstruktif usus halus, termasuk duodenum
b. Ileus obstruktif usus besar
Patofisiologi
Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dan gas (70% dari gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intralumen, yang menurunkan pengaliran air dan natrium dari lumen ke darah. Oleh karena sekitar 8 liter cairan diekskresikan ke dalam saluran cerna setiap hari, tidak adanya absorpsi dapat mengakibatkan penimbunan intralumen dengan cepat.
Muntah dan penyedotan usus setelah pengobatan dimulai merupakan sumber kehilangan utama cairan dan elektrolit. Pengaruh atas kehilangan ini adalah penciutan ruang cairan ekstrasel yang mengakibatkan syok—hipotensi, pengurangan curah jantung, penurunan perfusi jaringan dan asidosis metabolik.
Peregangan usus yang terus menerus mengakibatkan lingkaran setan penurunan absorpsi cairan dan peningkatan sekresi cairan ke dalam usus. Efek lokal peregangan usus adalah iskemia akibat distensi dan peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorpsi toksin-toksin bakteri ke dalam rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik untuk menyebabkan bakteriemia (Price & Wilson, 1995).
Segera setelah timbulnya ileus obstruktif pada ileus obstruktif sederhana, distensi timbul tepat proksimal dan menyebabkann muntah refleks. Setelah ia mereda, peristalsis melawan obstruksi timbul dalam usaha mendorong isi usus melewatinya yang menyebabkan nyeri episodik kram dengan masa relatif tanpa nyeri di antara episode. Gelombang peristaltik lebih sering, yang timbul setiap 3 sampai 5 menit di dalam jejunum dan setiap 10 menit di didalam ileum. Aktivitas peristaltik mendorong udara dan cairan melalui gelung usus, yang menyebabkan gambaran auskultasi khas terdengar dalam ileus obstruktif. Dengan berlanjutnya obstruksi, maka aktivitas peristaltik menjadi lebih jarang dan akhirnya tidak ada.
Jika ileus obstruktif kontinu dan tidak diterapi, maka kemudian timbul muntah dan mulainya tergantung atas tingkat obstruksi. Ileus obstruktif usus halus menyebabkan muntahnya lebih dini dengan distensi usus relatif sedikit, disertai kehilangan air, natrium, klorida dan kalium, kehilangan asam lambung dengan konsentrasi ion hidrogennya yang tinggi menyebabkan alkalosis metabolik.
Berbeda pada ileus obstruktif usus besar, muntah bisa muncul lebih lambat (jika ada). Bila ia timbul, biasanya kehilangan isotonik dengan plasma. Kehilangan cairan ekstrasel tersebut menyebabkan penurunan volume intravascular, hemokonsentrasi dan oliguria atau anuria. Jika terapi tidak diberikan dalam perjalanan klinik, maka dapat timbul azotemia, penurunan curah jantung, hipotensi dan syok (Sabiston, 1995).
Pada ileus obstruktif strangulata yang melibatkan terancamnya sirkulasi pada usus mencakup volvulus, pita lekat, hernia dan distensi. Disamping cairan dan gas yang mendistensi lumen dalam ileus obstruksi sederhana, dengan strangulasi ada juga gerakan darah dan plasma ke dalam lumen dan dinding usus.
Plasma bisa juga dieksudasi dari sisi serosa dinding usus ke dalam cavitas peritonealis. Mukosa usus yang normalnya bertindak sebagai sawar bagi penyerapan bakteri dan produk toksiknya, merupakan bagian dinding usus yang paling sensitif terhadap perubahan dalam aliran darah. Dengan strangulasi memanjang timbul iskemi dan sawar rusak. Bakteri (bersama dengan endotoksin dan eksotoksin) bisa masuk melalui dinding usus ke dalam cavitas peritonealis. Disamping itu, kehilangan darah dan plasma maupun air ke dalam lumen usus cepat menimbulkan syok. Jika kejadian ini tidak dinilai dini, maka dapat cepat menyebabkan kematian (Sabiston, 1995).
Ileus obstruktif gelung tertutup timbul bila jalan masuk dan jalan keluar suatu gelung usus tersumbat. Jenis ileus obstruktif ini menyimpan lebih banyak bahaya dibandingkan kebanyakan ileus obstruksi, karena ia berlanjut ke strangulasi dengan cepat serta sebelum terbukti tanda klinis dan gejala ileus obstruktif. Penyebab ileus obstruktif gelung tertutup mencakup pita lekat melintasi suatu gelung usus, volvulus atau distensi sederhana. Pada keadaan terakhir ini, sekresi ke dalam gelung tertutup dapat menyebabkan peningkatan cepat tekanan intalumen, yang menyebabkan obstruksi aliran keluar vena. Ancaman vaskular demikian menyebabkan progresivitas cepat gejala sisa yang diuraikan bagi ileus obstruksi strangualata (Sabiston, 1995).
Ileus obstruktif kolon biasanya kurang akut (kecuali bagii volvulus) dibandingkan ileus obstruksi usus halus. Karena kolon terutama bukan organ pensekresi cairan dan hanya menerima sekitar 500 ml cairan tiap hari melalui valva ileocaecalis, maka tidak timbul penumpukan cairan yang cepat. Sehingga dehidrasi cepat bukan suatu bagian sindroma yang berhubungan dengan ileus obstruksi kolon. Bahaya paling mendesak karena obstruksi itu karena distensi.
Jika valva ileocaecalis inkompeten maka kolon terdistensi dapat didekompresi ke dalam usus halus. Tetapi jika valva ini kompeten, maka kolon terobstruksi membentuk gelung tertutup dan distensi kontinu menyebabkan ruptura pada tempat berdiameter terlebar, biasanya sekum. Ia didasarkan atas hukum Laplace, yang mendefenisiskan tegangan di dalam dinding organ tubular pada tekanan tertentu apapun berhubungan langsung dengan diameter tabung itu. Sehingga karena diameter terlebar kolon di dalam sekum, maka ia area yang biasanya pecah pertama (Sabiston, 1995).
Manifestasi klinis
Terdapat 4 tanda kardinal gejala ileus obstruktif (Winslet, 2002; Sabiston,1995)
1. Nyeri abdomen
2. Muntah
3. Distensi
4. Kegagalan buang air besar atau gas(konstipasi).
Gejala ileus obstruktif tersebut bervariasi tergantung kepada (Winslet,2002; Sabiston, 1995):
1. Lokasi obstruksi
2. Lamanya obstruksi
3. Penyebabnya
4. Ada atau tidaknya iskemia usus
Gejala selanjutnya yang bisa muncul termasuk dehidrasi, oliguria, syok hypovolemik, pireksia, septikemia, penurunan respirasi dan peritonitis. Terhadap setiap penyakit yang dicurigai ileus obstruktif, semua kemungkinan hernia harus diperiksa (Winslet, 2002).
Nyeri abdomen biasanya agak tetap pada mulanya dan kemudian menjadi bersifat kolik. Ia sekunder terhadap kontraksi peristaltik kuat pada dinding usus melawan obstruksi. Frekuensi episode tergantung atas tingkat obstruksi, yang muncul setiap 4 sampai 5 menit dalam ileus obstruktif usus halus, setiap 15 sampai 20 menit pada ileus obstruktif usus besar. Nyeri dari ileus obstruktif usus halusl demikian biasanya terlokalisasi supraumbilikus di dalam abdomen, sedangkan yang dari ileus obstruktif usus besar biasanya tampil dengan nyeri intaumbilikus. Dengan berlalunya waktu, usus berdilatasi, motilitas menurun, sehingga gelombang peristaltik menjadi jarang, sampai akhirnya berhenti. Pada saat ini nyeri mereda dan diganti oleh pegal generalisata menetap dikeseluruhan abdomen. Jika nyeri abdomen menjadi terlokalisasi baik, parah, menetap dan tanpa remisi, maka ileus obstruksi strangulata harus dicurigai (Sabiston, 1995).
Muntah refleks ditemukan segera setelah mulainya ileus obstruksi yang memuntahkan apapun makanan dan cairan yang terkandung, yang juga diikuti oleh cairan duodenum, yang kebanyakan cairan empedu (Harrison’s, 2001).
Setelah ia mereda, maka muntah tergantung atas tingkat ileus obstruktif. Jika ileus obstruktif usus halus, maka muntah terlihat dini dalam perjalanan dan terdiri dari cairan jernih hijau atau kuning. Usus didekompresi dengan regurgitasi, sehingga tak terlihat distensi. Jika ileus obstruktif usus besar, maka muntah timbul lambat dan setelah muncul distensi. Muntahannya kental dan berbau busuk (fekulen) sebagai hasil pertumbuhan bakteri berlebihan sekunder terhadap stagnasi. Karena panjang usus yang terisi dengan isi demikian, maka muntah tidak mendekompresi total usus di atas obstruksi (Sabiston, 1995).
Distensi pada ileus obstruktif derajatnya tergantung kepada lokasi obsruksi dan makin membesar bila semakin ke distal lokasinya. Gerkakan peristaltik terkadang dapat dilihat. Gejala ini terlambat pada ileus obstruktif usus besar dan bisa minimal atau absen pada keadaan oklusi pembuluh darah mesenterikus (Sabiston, 1995).
Konstipasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu konstipasi absolut ( dimana feses dan gas tidak bisa keluar) dan relatif (dimana hanya gas yang bisa keluar) (Winslet, 2002). Kegagalan mengerluarkan gas dan feses per rektum juga suatu gambaran khas ileus obstruktif. Tetapi setelah timbul obstruksi, usus distal terhadap titik ini harus mengeluarkan isinya sebelum terlihat obstipasi. Sehingga dalam ileus obstruktif usus halus, usus dalam panjang bermakna dibiarkan tanpa terancam di usus besar. Lewatnya isi usus dalam bagian usus besar ini memerlukan waktu, sehingga mungkin tidak ada obstipasi, selama beberapa hari. Sebaliknya, jika ileus obstruktif usus besar, maka obstipasi akan terlihat lebih dini. Dalam ileus obstuksi sebagian, diare merupakan gejala yang ditampilkan pengganti obstipasi (Sabiston, 1995).
Dehidarasi umumnya terjadi pada ileus obstruktif usus halus yang disebabkan muntah yanbg berulang-ulang dan pengendapan cairan. Hal ini menyebabkan kulit kering dan lidah kering, pengisian aliran vena yang jelek dan mata gantung dengan oliguria. Nilai BUN dan hematokrit meningkat memberikan gambaran polisitemia sekunder (Winslet, 2002).
Hipokalemia bukan merupakan gejala yang sering pada ileus obstruktif sederhana. Peningkatan nilai potasium, amilase atau laktat dehidrogenase di dalam serum dapat sebagai pertanda strangulasi, begitu juga leukositosis atau leukopenia (Winslet, 2002).
Pireksia di dalam ileus obstruktif dapat digunaklan sebagai petanda (Winslet, 2002) :
1. Mulainya terjadi iskemia
2. Perforasi usus
3. Inflamasi yang berhubungan denga penyakit obsruksi
Hipotermi menandakan terjadinya syok septikemia.
Nyeri tekan abdomen yang terlokalisir menandakan iskemia yang mengancam atau sudah terjadi. Perkembangan peritonitis menandakan infark atau prforasi (Winslet, 2002).
Sangat penting untuk membedakan antara ileus obstruktif dengan strangulasi dengan tanpa strangulasi, karena termasuk operasi emergensi. Penegakan diagnosa hanya tergantung gejala kilnis. Sebagai catatan perlu diperhatikan (Winslet, 2002):
1. Kehadiran syok menandakan iskemia yang sedang berlansung
2. Pada strangulasi yang mengancam, nyeri tidak pernah hilang total
3. Gejala-gejala biasanya muncul secara mendadak dan selalu berulang
4. Kemunculan dan adanya gejala nyeri tekan lokal merupakan tanda yang sangat penting, tetapi, nyeri tekan yang tidak jelas memerlukan penilaian rutin. Pada ileus obstruktif tanpa strangulasi kemungkinan bisa terdapat area dengan nyeri tekan lokal pada tempat yang mengalami obstruksi; pada srangulasi selalu ada nyeri tekan lokal yang berhubungan dengan kekakuan abdomen.
5. Nyeri tekan umum dan kehadiran kekakuan abdomen/rebound tenderness menandakan perlunya laparotomy segera.
6. Pada kasus ileus obstruktif dimana nyeri tetap asa walaupun telah diterapi konservatif, walaupun tanpa gejala-gejala di atas, strangulasi tetap harus didiagnosa.
7. Ketika srangulasi muncul pada hernia eksternal dimana benjolan tegang, lunak, ireponibel, tidak hanya membesar karena reflek batuk dan benjolan semakin membesar.
Pada ileus obstruksi usus besar juga menimbulkan sakit kolik abdomen yang sama kualitasnya dengan sakit ileus obstruktif usus halus, tetapi intensitasnya lebih rendah. Keluhan rasa sakit kadang-kadang tidak ada pada penderita lanjut usia yang pandai menahan nafsu. Muntah-muntah terjadi lambat, khususnya bila katup ileocaecal kompeten. Muntah-muntah fekulen paradoks sangat jarang. Riwayat perubahan kebiasaan berdefekasi dan darah dalam feses yang baru terjadi sering terjadi karena karsinoma dan divertikulitis adalah penyebab yang paling sering. Konstipasi menjadi progresif, dan obstipasi dengan ketidakmampuan mengeluarkan gas terjadi. Gejala-gejala akut dapat timbul setelah satu minggu (Harrison’s, 2001).
Penegakan diagnosis
Diagnosis ileus obstruktif tidak sulit; salah satu yang hampir selalu harus ditegakkan atas dasar klinik dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, kepercayaan atas pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan laboraorium harus dilihat sebagai konfirmasi dan bukan menunda mulainya terapi yang segera (Sabiston, 1995). Diagnosa ileus obstruksi diperoleh dari :
1. Anamnesis
Pada anamnesis ileus obstruktif usus halus biasanya sering dapat ditemukan penyebabnya, misalnya berupa adhesi dalam perut karena pernah dioperasi sebelumnya atau terdapat hernia (Sjamsuhudajat & Jong, 2004; Sabara, 2007). Pada ileus obstruksi usus halus kolik dirasakan di sekitar umbilkus, sedangkan pada ileus obstruksi usus besar kolik dirasakan di sekitar suprapubik. Muntah pada ileus obstruksi usus halus berwarna kehijaun dan pada ileus obstruktif usus besar onset muntah lama (Anonym, 2007)
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus dilihat adanya distensi, parut abdomen, hernia dan massa abdomen. Terkadang dapat dilihat gerakan peristaltik usus (Gambar 2.4) yang bisa bekorelasi dengan mulainya nyeri kolik yang disertai mual dan muntah. Penderita tampak gelisah dan menggeliat sewaktu serangan kolik (Sabiston, 1995; Sabara, 2007)
b. Palpasi
Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum apapun atau nyeri tekan, yang mencakup ‘defance musculair’ involunter atau rebound dan pembengkakan atau massa yang abnormal (Sabiston, 1995; Sabara, 2007).
c. Auskultasi
Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran episodik gemerincing logam bernada tinggi dan gelora (rush’) diantara masa tenang. Tetapi setelah beberapa hari dalam perjalanan penyakit dan usus di atas telah berdilatasi, maka aktivitas peristaltik (sehingga juga bising usus) bisa tidak ada atau menurun parah. Tidak adanya nyeri usus bisa juga ditemukan dalam ileus paralitikus atau ileus obstruksi strangulata (Sabiston, 1995).
Bagian akhir yang diharuskan dari pemeriksaan adalah pemeriksaan rektum dan pelvis. Ia bisa membangkitkan penemuan massa atau tumor serta tidak adanya feses di dalam kubah rektum menggambarkan ileus obstruktif usus halus. Jika darah makroskopik atau feses postif banyak ditemukan di dalam rektum, maka sangat mungkin bahwa ileus obstruktif didasarkan atas lesi intrinsik di dalam usus (Sabiston, 1995). Apabila isi rektum menyemprot; penyakit Hirdchprung (Anonym, 2007).
3. Radiologi
Pemeriksaan sinar-X bisa sangat bermanfaat dalam mengkonfirmasi diagnosis ileus obstruktif serta foto abdomen tegak dan berbaring harus yang pertama dibuat. Adanya gelung usus terdistensi dengan batas udara-cairan dalam pola tangga pada film tegak sangat menggambarkan ileus obstruksi sebagai diagnosis. Dalam ileus obstruktif usus besar dengan katup ileocaecalis kompeten, maka distensi gas dalam kolon merupakan satu-satunya gambaran penting (Sabiston, 1995). Penggunaan kontras dikontraindikasikan adanya perforasi-peritonitis. Barium enema diindikasikan untuk invaginasi, dan endoskopi disarankan pada kecurigaan volvulus (Anoym, 2007).
4. Laboratorium
Leukositosis, dengan pergeseran ke kiri, biasanya terjadi bila terdapat strangulasi, tetapi hitung darah putih yang normal tidak menyampingkan strangulasi. Peningkatan amilase serum kadang-kadang ditemukan pada semua bentuk ileus obstruktif, khususnya jenis strangulasi (Harrison’s, 2001)
Penatalaksanaan
Terapi ileus obstruksi biasnya melibatkan intervensi bedah. Penentuan waktu kritis serta tergantung atas jenis dan lama proses ileus obstruktif. Operasi dilakukan secepat yang layak dilakukan dengan memperhatikan keadaan keseluruhan pasien (Sabiston, 1995).
Tujuan utama penatalaksanaan adalah dekompresi bagian yang mengalami obstruksi untuk mencegah perforasi. Tindakan operasi biasanya selalu diperlukan.
Menghilangkan penyebab ileus obstruksi adalah tujuan kedua. Kadang-kadang suatu penyumbatan sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan, terutama jika disebabkan oleh perlengketan (Sabiston, 1995; Sabara, 2007)
Dekompresi pipa bagi traktus gastrointestinal diindikasikan untuk dua alasan (Sabiston, 1995; Sabara, 2007):
1. Untuk dekompres lambung sehingga memperkecil kesempatan aspirasiisi usus.
2. Membatasi masuknya udara yang ditelan ke dalam saluran pencernaan, sehingga mengurangi distensi usus yang bisa menyebabkan peningkatan tekanan intralumen dan kemungkinan ancaman vaskular.
Pipa yang digunakan untuk tujuan demikian dibagi dalam dua kelompok (Sabiston, 1995) :
1. Pendek, hanya untuk lambung.
2. Panjang, untuk intubasi keseluruhan usus halus.
Pasien dipuasakan, kemudian dilakukan juga resusitasi cairan dan elektrolit untuk perbaikan keadaan umum. Setelah keadaan optimum tercapai barulah dilakukan laparatom (Sabara, 2007).
Pemberian antibiotika spektrum lebar di dalam gelung usus yang terkena obstruksi strangulasi terbukti meningkatkan kelangsungan hidup. Tetapi, karena tidak selalu mudah membedakan antara ileus obstruksi strangulata dan sederhana, maka antibiotika harus diberikan pada semua pasien ileus obstruksi (Sabiston, 1995)
Operasi dapat dilakukan bila sudah tercapai rehidrasi dan organ-organ vital berfungsi secara memuaskan. Tetapi yang paling sering dilakukan adalah pembedahan sesegera mungkin. Tindakan bedah dilakukan bila (Sabara, 2007) :
1. Strangulasi
2. Obstruksi lengkap
3. Hernia inkarserata
4. Tidak ada perbaikan dengan pengobatan konservatif (dengan pemasangan NGT, infus, oksigen dan kateter)
Tindakan yang terlibat dalam terapi bedahnya masuk kedalam beberapa kategori mencakup (Sabiston, 1995) ;
1. Lisis pita lekat atau reposisi hernia
2. Pintas usus
3. Reseksi dengan anastomosis
4. Diversi stoma dengan atau tanap resksi.
Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal cairan dan elektrolit. Kita harus mencegah terjadinya gagal ginjal dan harus memberikan kalori yang cukup. Perlu diingat bahwa pasca bedah usus pasien masih dalam keadaan paralitik (Sabara, 2007)
Penyakit Crohn
Definisi
Penyakit Crohn (Enteritis Regionalis, Ileitis Granulomatosa, Ileokolitis) adalah peradangan menahun pada dinding usus. Penyakit ini mengenai seluruh ketebalan dinding usus. Kebanyakan terjadi pada bagian terendah dari usus halus (ileum) dan usus besar, namun dapat terjadi pada bagian manapun dari saluran pencernaan, mulai dari mulut sampai anus, dan bahkan kulit sekitar anus. Pada beberapa dekade yang lalu, penyakit Crohn lebih sering ditemukan di negara Barat dan negara berkembang. Terjadi pada pria dan wanita, lebih sering pada bangsa Yahudi, dan cenderung terjadi pada keluarga yang juga memiliki riwayat kolitis ulserativa. Kebanyakan kasus muncul sebelum umur 30 tahun, paling sering dimulai antara usia 14-24 tahun.
Penyakit ini mempengaruhi daerah tertentu dari usus, kadang terdapat daerah normal diantara daerah yang terkena. Pada sekitar 35 % dari penderita penyakit Crohn, hanya ileum yang terkena. Pada sekitar 20%, hanya usus besar yang terkena. Dan pada sekitar 45 %, ileum maupun usus besar terkena.
Etiologi
Penyebab penyakit Crohn tidak diketahui. Penelitian memusatkan perhatian pada tiga kemungkinan penyebabnya, yaitu:
1. Kelainan fungsi sistim pertahanan tubuh
2. Infeksi
3. Makanan.
Gejala
Gejala awal yang paling sering ditemukan adalah diare menahun, nyeri kram perut, demam, nafsu makan berkurang dan penurunan berat badan.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan benjolan atau rasa penuh pada perut bagian bawah, lebih sering di sisi kanan. Komplikasi yang sering terjadi dari peradangan ini adalah penyumbatan usus, saluran penghubung yang abnormal (fistula) dan kantong berisi nanah(abses).
Fistula bisa menghubungkan dua bagian usus yang berbeda. Fistula juga bisa menghubungkan usus dengan kandung kemih atau usus dengan permukaan kulit, terutama kulit di sekitar anus. Adanya lobang pada usus halus (perforasi usus halus) merupakan komplikasi yang jarang terjadi.
Jika mengenai usus besar, sering terjadi perdarahan rektum. Setelah beberapa tahun, resiko menderita kanker usus besar meningkat.
Sekitar sepertiga penderita penyakit Crohn memiliki masalah di sekitar anus, terutama fistula dan lecet (fissura) pada lapisan selaput lendir anus. Penyalit Crohn dihubungkan dengan kelainan tertentu pada bagian tubuh lainnya, seperti batu empedu, kelainan penyerapan zat gizi dan penumpukan amiloid (amiloidosis).
Bila penyakit Crohn menyebabkan timbulnya gejala-gejala saluran pencernaan, penderita juga bisa mengalami :
1. peradangan sendi (artritis)
2. peradangan bagian putih mata (episkleritis)
3. luka terbuka di mulut (stomatitis aftosa)
4. nodul kulit yang meradang pada tangan dan kaki (eritema nodosum) dan
5. luka biru-merah di kulit yang bernanah (pioderma gangrenosum).
Jika penyakit Crohn tidak menyebabkan timbulnya gejala-gejala saluran pencernaan, penderita masih bisa mengalami :
1. peradangan pada tulang belakang (spondilitis ankilosa)
2. peradangan pada sendi panggul (sakroiliitis)
3. peradangan di dalam mata (uveitis) dan
4. peradangan pada saluran empedu (kolangitis sklerosis primer).
Pada anak-anak, gejala-gejala saluran pencernaan seperti sakit perut dan diare sering bukan merupakan gejala utama dan bisa tidak muncul sama sekali. Gejala utamanya mungkin berupa peradangan sendi, demam, anemia atau pertumbuhan yang lambat. Pola umum dari penyakit Crohn
Gejala-gejala penyakit Crohn pada setiap penderitanya berbeda, tetapi ada 4 pola yang umum terjadi, yaitu :
1. Peradangan : nyeri dan nyeri tekan di perut bawah sebelah kanan
2. Penyumbatan usus akut yang berulang, yang menyebabkan kejang dan
3. nyeri hebat di dinding usus, pembengkakan perut, sembelit dan muntah-muntah
4. Peradangan dan penyumbatan usus parsial menahun, yang menyebabkan kurang gizi dan kelemahan menahun
5. Pembentukan saluran abnormal (fistula) dan kantung infeksi berisi nanah (abses), yang sering menyebabkan demam, adanya massa dalam perut yang terasa nyeri dan penurunan berat badan.
Penegakan diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya kram perut yang terasa nyeri dan diare berulang, terutama pada penderita yang juga memiliki peradangan pada sendi, mata dan kulit.
Tidak ada pemeriksaan khusus untuk mendeteksi penyakit Crohn, namun pemeriksaan darah bisa menunjukan adanya:
1. Anemia
2. peningkatan abnormal dari jumlah sel darah putih
3. kadar albumin yang rendah
4. tanda-tanda peradangan lainnya.
Barium enema bisa menunjukkan gambaran yang khas untuk penyakit Crohn pada usus besar. Jika masih belum pasti, bisa dilakukan pemeriksaan kolonoskopi (pemeriksaan usus besar) dan biopsi untuk memperkuat diagnosis. CT scan bisa memperlihatkan perubahan di dinding usus dan menemukan adanya abses, namun tidak digunakan secara rutin sebagai pemeriksaan diagnostik awal.
Pengobatan
Pengobatan ditujukan untuk membantu mengurangi peradangan dan meringankan gejalanya. Kram dan diare bisa diatasi dengan obat-obat antikolinergik, difenoksilat, loperamide, opium yang dilarutkan dalam alkohol dan codein. Obat-obat ini diberikan per-oral (melalui mulut) dan sebaiknya diminum sebelum makan.
Untuk membantu mencegah iritasi anus, diberikan metilselulosa atau preparat psillium, yang akan melunakkan tinja. Sering diberikan antibiotik berspektrum luas. Antibiotik metronidazole bisa membantu mengurangi gejala penyakit Crohn, terutama jika mengenai usus besar atau menyebabkan terjadinya abses dan fistula sekitar anus.
Penggunaan metronidazole jangka panjang dapat merusak saraf, menyebabkan perasaan tertusuk jarum pada lengan dan tungkai. Efek samping ini biasanya menghilang ketika obatnya dihentikan, tapi penyakit Crohn sering kambuh kembali setelah obat ini dihentikan.
Sulfasalazine dan obat lainnya dapat menekan peradangan ringan, terutama pada usus besar. Tetapi obat-obat ini kurang efektif pada penyakit Crohn yang kambuh secara tiba-tiba dan berat. Kortikosteroid (misalnya prednisone), bisa menurunkan demam dan mengurangi diare, menyembuhkan sakit perut dan memperbaiki nafsu makan dan menimbulkan perasaan enak. Tetapi penggunaan kortikosteroid jangka panjang memiliki efek samping yang serius. Biasanya dosis tinggi dipakai untuk menyembuhkan peradangan berat dan gejalanya, kemudian dosisnya diturunkan dan obatnya dihentikan sesegera mungkin.
Obat-obatan seperti azatioprin dan mercaptopurine, yang merubah kerja dari sistim kekebalan tubuh, efektif untuk penyakit Crohn yang tidak memberikan respon terhadap obat-obatan lain dan terutama digunakan untuk mempertahankan waktu remisi (bebas gejala) yang panjang.
Obat ini mengubah keadaan penderita secara keseluruhan, menurunkan kebutuhan akan kortikosteroid dan sering menyembuhkan fistula.Tetapi obat ini sering tidak memberikan keuntungan selama 3-6 bulan dan bisa menyebabkan efek samping yang serius. Oleh karena itu, diperlukan pengawasan yang ketat terhadap kemungkinan terjadinya alergi, peradangan pankreas (pankreatitis) dan penurunan jumlah sel darah putih.
Formula diet yang ketat, dimana masing-masing komponen gizinya diukur dengan tepat, bisa memperbaiki penyumbatan usus atau fistula, minimal untuk waktu yang singkat dan juga dapat membantu pertumbuhan anak-anak. Diet ini bisa dicoba sebelum pembedahan atau bersamaan dengan pembedahan. Kadang-kadang zat makanan diberikan melalui infus, untuk mengkompensasi penyerapan yang buruk, yang sering terjadi pada penyakit Crohn.
Bila usus tersumbat atau bila abses atau fistula tidak menyembuh, mungkin dibutuhkan pembedahan. Pembedahan untuk mengangkat bagian usus yang terkena dapat meringankan gejala namun tidak menyembuhkan penyakitnya.
Peradangan cenderung kambuh di daerah sambungan usus yang tertinggal. Pada hampir 50% kasus, diperlukan pembedahan kedua. Karena itu, pembedahan dilakukan hanya bila timbul komplikasi atau terjadi kegagalan terapi dengan obat.
Komplikasi
Menurut U.S. National Digestive Diseases Information Clearinghouse, ada beberapa potensi komplikasi dari penyakit Crohn, meliputi:
1. Sebuah sumbatan pada usus.
2. Luka lambung dan fistula, yang sering menjadi infeksi.
3. Ada sedikit luka dalam membran anus.
4. Kekurangan giziArthritis.
5. Masalah kulit.
6. Batu empedu atau batu ginjal.
7. Peradangan mata atau mulut.
Prognosis
Beberapa penderita sembuh total setelah suatu serangan yang mengenai usus halus. Tetapi penyakit Crohn biasanya muncul lagi dengan selang waktu tidak teratur sepanjang hidup penderita. Kekambuhan ini bisa bersifat ringan atau berat, bisa sebentar atau lama.
Mengapa gejalanya datang dan pergi dan apa yang memicu episode baru atau yang menentukan keganasannya tidak diketahui. Peradangan cenderung berulang pada daerah usus yang sama, namun bisa menyebar pada daerah lain setelah daerah yang pernah terkena diangkat melalui pembedahan. Penyakit Crohn biasanya tidak berakibat fatal. Tetapi beberapa penderita meninggal karena kanker saluran pencernaan yang timbul pada penyakit Crohn yang menahun.
Endometriosis
Definisi
Endometriosis adalah pertumbuhan kelenjar endometrium dan stroma yang berasal dari rahim. Endometrium adalah lapisan yang terdapat pada rahim. Apabila seorang wanita tidak hamil, lapisan tersebut tumbuh dan kemudian meluruh setiap bulannya, hal ini disebut menstruasi. Pada endometriosis, lapisan yang menyerupai endometrium tumbuh dan ditemukan di luar rahim. Lapisan endometrium yang terdapat di luar rahim juga berespon terhadap siklus menstruasi, sama seperti lapisan endometrium di dalam rahim dimana pada menstruasi, lapisan endometrium akan meluruh dan berdarah, baik lapisan yang terdapat di dalam maupun luar rahim.
Bagaimanapun juga lapisan endometrium yang berada di luar rahim tidak memiliki jalan keluar untuk perdarahan yang dialaminya setiap bulan sehingga lapisan disekitarnya akan meradang dan membengkak. Endometriosis sering ditemukan di indung telur, saluran tuba, daerah antara vagina dan rektum, dan di rongga panggul. Namun endometriosis dapat ditemukan di seluruh bagian tubuh seorang wanita, seperti di paru-paru yang dapat menyebabkan batuk darah dan sesak napas.
Etiologi
Penyebab pasti endometriosis masih belum diketahui. Beberapa teori mengemukakan kaitan antara endometriosis dengan masalah imunologik (kekebalan tubuh) serta faktor genetik (keturunan).
Tanda dan gejala
Pada umumnya wanita dengan endometriosis tidak memiliki gejala. Gejala pada umumnya terjadi ketika menstruasi dan bertambah hebat setiap tahunnya karena pembesaran daerah endometriosis. Gejala yang paling sering terjadi adalah nyeri panggul, dismenorea (nyeri ketika menstruasi), dispareunia (nyeri ketika senggama), dan infertilitas (gangguan kesuburan, tidak dapat memiliki anak). Nyeri yang terjadi tidak berkaitan dengan besarnya endometriosis.
1. Nyeri panggul
Nyeri yang berkaitan dengan endometriosis adalah nyeri yang dikatakan sebagai nyeri yang dalam, tumpul, atau tajam, dan biasanya nyeri bertambah ketika menstruasi. Pada umumnya nyeri terdapat di sentral (tengah) dan nyeri yang terjadi pada satu sisi berkaitan dengan lesi (luka atau gangguan) di indung telur atau dinding samping panggul. Dispareunia terjadi terutama pada periode premenstruasi dan menstruasi. Nyeri saat berkemih dan dyschezia dapat muncul apabila terdapat keterlibatan saluran kemih atau saluran cerna
2. Dismenorea
Nyeri ketika menstruasi adalah keluhan paling umum pada endometriosis
3. Infertilitas
Efek endometriosis pada fertilitas (kesuburan) terjadi karena terjadinya gangguan pada lingkungan rahim sehingga perlekatan sel telur yang sudah dibuahi pada dinding rahim menjadi terganggu. Pada endometriosis yang sudah parah, terjadi perlekatan pada rongga panggul, saluran tuba, atau indung telur yang dapat mengganggu transportasi embrio
Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan histologi (jaringan sel) yang memperlihatkan kelenjar endometrium dan stroma. Pemeriksaan ini didapatkan dari biopsi endometrium
2. Ultrasonorafi pelvis (panggul)
3. Pemeriksaan laboratorium à kadar dari antigen kanker 125 (CA-125) dan antigen kanker 19-9 meningkat pada endometriosis. CA-125 juga meningkat pada penyakit radang panggul sehingga memiliki spesifitas yang kurang untuk mendiagnosis endometriosis
Terapi
Terapi endometriosis tergantung pada keparahan penyakit dan kebutuhan pasien. Terapi dengan obat maupun operasi dapat dilakukan. Pilihan terapi mempertimbangkan penghentian masalah kesuburan, mengurangi nyeri hebat dan mempertahankan kesuburan, atau manajemen penanganan terapi nyeri sendiri.
1. Terapi obat --> terapi menggunakan obat dengan mekanisme kerja menekan pengeluaran hormon estrogen menggunakan GnRH antagonis, pil kontrasepsi, progestin, danazol, antiprogesteron, dan obat pereda nyeri
2. Terapi operasi --> dipertimbangkan pada wanita infertil (tidak subur) atau pada wanita yang nyerinya tidak berkurang dengan obat-obatan. Tindakan operasi yang dilakukan adalah histerektomi total (pengangkatan rahim keseluruhan) atau operasi konservatif yang tetap mempertahankan rahim
Ulkus duodenum
Definisi
Ulkus duodenum atau tukak duodenum (TD) secara anatomis didefinisikan sebagai suatu defek mukosa/ submukosa yang berbatas tegas dapat menembus muskularis mukosa sampai lapisan serosa sehingga dapat terjadi perforasi. Secara klinis, suatu tukak adalah hilangnya epitel superficial atau lapisan lebih dalam dengan diameter ≥ 5mm yang dapat diamati secara endoskopi atau radiologis (Akil H.A.M, 2006).
Etiologi
Etiologi TD yang telah diketahui sebagai faktor agresif yang merusak pertaganan mukkosa adalah Helicobacter pylori, obat anti inflamasi non-steroid, asam lambung/ pepsin dan faktor-faktor lingkungan serta kelainan satu atau beberapa faktor pertahanan yang berpengaruh pada kejadian TD.
Patogenesis
Helicobacter pylori ditularkan secara feko-oral atau oral-oral. Didalam terutama terkonsentrasi dalam antrum, bakteri ini berada pada lapisan mukus dan sewaktu-waktu dapat menembus sel-sel epitel/ antar epitel.
Bila terjagi infeksa H.pylori maka bakteri ini akan melekat pada permukaan epitel dangan bantuan adhesin sehingga akan terjadi gastritis akut yang akan berlanjut maenjadi gastritis kronik aktif atau duodenitis kronik aktif.
Bila terjadi infeksi H.pylori, host akan memberi respon untuk mengeliminasi/memusnahkan bakteri ini melalui mobilitas sel-sel PMN/limfosit yang menginfiltrasi mukosa secara intensif dengan mengeluarkan bermacam-macam mediator inflamasi atau sitokinin, yang bersama-sama dengan reaksi imun yang timbul justru akan menyebabkan kerusakan sel-sel epitel gastroduodenal yang lebih parah anmun tidak berhasil mengeliminasi bakteri dan infeksi menjadi konik.
Penggunaan OAINS secara kronik dan reguler bukan hanya dapat menyebabkan kerusakan struktral pada gastroduodenal, tapi juga pada usus halus dan usus besar berupa inflamasi, ulserasi atau perforasi. OAINS bersifat asam sehingga dapat menyebabkan kerusakan epitel dalam berbagai tingkat, namun yang paling utama adalah efek OAINS yang menghambat kerja dari enzim siklooksigenase (COX) pada asam arakidonat, sehingga menekan produksi prostaglandin dan prostasiklin yang berperan dalam memelihara keutuhan mukosa dengan mengatur aliran darah mukosa, proliferasi sel-sel epitel, sekresi mukus dan bikarbonat, mengatur fungsi immunosit mukosa serta sekresi basal asam lambung.
Faktor lingkungan yang dapat merupakan faktor resiko terjadinya TD adalah:
• Merokok, meningkatkan kerentanan terhadap infeksi H.pylori dengan menurunkan faktor pertahanan dan menciptakan miliu yang sesuai untuk H.pylori.
• Faktor stress, malnutrisi, makanan tinggi garam, defisiensi vitamin.
• Beberapa penyakit tertentu dimana prevalensi TD meningkat, seperti eindrom Zilloninger Elison, mastositosis sistemik, penyakit chron dan hiperparatiroidisme.
• Faktor genetik.
Gambaran klinis
Gambaran klinik TD sebagai salah satu bentuk dispepsia organik adalah sindrom dispepsia berupa nyeri atau rasa tidak nyaman pada epigastrium. Nyeri seperti rasa terbakar, nyeri raasa lapar, rsa sakit/tidak nyaman yang mengganggu dan tidak terlokalisasi, biasanya terjadi setelah 90 menit sampai 3 jam post prandial dan nyeri dapat berkurang semaentara sesudah makan, minum susu atau minum antasida.
Nyeri yang spesifik pada 75% pasien adalah nyeri tengah malam yang membangunkan pasien. Neri yang muncul tiba-tiba dan menjalar ke punggung perlu diwaspadai adanya penetrasi tukak ke pankreas, sedangkan nyeri yang muncul dan menetap mengenai seluruh perut dicurigai suatu perforasi.
Penegakan diagnosis
Diagnosis pasti TD dilakukan dengan pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas dan sekaligus dilakukan biopsi lambung untuk detiksi H.pylori atau dengan pemeriksaan foto barium kontras ganda.
GASTROENTERITIS
DEFINISI
peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang memberikan gejala diare dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya yang disebabkan oleh bakteri,virus dan parasit yang pathogen, adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang memberikan gejala diare dengan atau tanpa disertai muntah, buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi yang lebih banyak dari biasanya, kondisi dengan karakteristik adanya muntah dan diare yang disebabkan oleh infeksi,alergi atau keracunan zat makanan.
ETIOLOGI
1. Makanan dan Minuman
• kekurangan zat gizi; kelaparan (perut kosong) apalagi bila perut kosong dalam waktu yang cukup lama, kemudian diisi dengan makanan dan minuman dalam jumlah banyak pada waktu yang bersamaan, terutama makanan yang berlemak, terlalu manis, banyak serat atau dapat juga karena kekurangan zat putih telur.
• Tidak tahan terhadap makanan tertentu (Protein, Hidrat Arang, Lemak) yang dapat menimbulkan alergi.
• Keracunan makanan.
2. Infeksi atau Investasi Parasit Bakteri, virus, dan parasit yang sering ditemukan:
• Vibrio Cholerae, E. coli, Salmonella, Shigella, Compylobacter, Aeromonas.
• Enterovirus (Echo, Coxsakie, Poliomyelitis), Adenovius, Rotavirus, Astovirus.
• Beberapa cacing antara lain: Ascaris, Trichurius, Oxyuris, Strongyloides, Protozoa seperti Entamoeba Histolytica, Giardia lamblia, Tricomonas Hominis.
3. Jamur (Candida Albicans)
4. Infeksi diluar saluran pencernaan yang dapat menyebabkan Gastroenteritis adalah Encephalitis (radang otak), OMA (Ortitis Media Akut radang dikuping), Tonsilofaringitis (radang pada leher tonsil), Bronchopeneumonia (radang paru).
5. Perubahan udara
Perubahan udara sering menyebabkan seseorang merasakan tidak enak dibagian perut, kembung, diare dan mengakibatkan rasa lemas, oleh karena cairan tubuh yang terkuras habis.
6. Faktor Lingkungan
Kebersihan lingkungan tidak dapat diabaikan. Pada musim penghujan, dimana air membawa sampah dan kotoran lainnya, dan juga pada waktu kemarau dimana lalat tidak dapat dihindari apalagi disertai tiupan angin yang cukup besar, sehingga penularan lebih mudah terjadi. Persediaan air bersih kurang sehingga terpaksa menggunakan air seadanya, dan terkadang lupa cuci tangan sebelum dan sesudah makan.
PATOFISIOLOGI
Penyebab gastroenteritis akut adalah masuknya virus (Rotravirus, Adenovirus enteris, Virus Norwalk), Bakteri atau toksin (Compylobacter, Salmonella, Escherihia Coli, Yersinia dan lainnya), parasit (Biardia Lambia, Cryptosporidium). Beberapa mikroorganisme patogen ini menyebabkan infeksi pada sel-sel, memproduksi enterotoksin atau Cytotoksin dimana merusak sel-sel, atau melekat pada dinding usus pada gastroenteritis akut. Penularan gastroenteritis bisa melalui fekal-oral dari satu klien ke klien yang lainnya. Beberapa kasus ditemui penyebaran patogen dikarenakan makanan dan minuman yang terkontaminasi.
Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotik (makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare ). Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare. Gangguan mutilitas usus yang mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan asam basa (asidosis metabolik dan hipokalemia), gangguan gizi kurang, output berlebih),
GEJALA KLINIS
a. Diare.
b. Muntah.
c. Demam.
d. Nyeri abdomen
e. Membran mukosa mulut dan bibir kering
f. Fontanel cekung
g. Kehilangan berat badan
h. Tidak nafsu makan
i. Badan terasa lemah
TINGKAT DEHIDRASI GASTROENTERITIS
a. Dehidrasi Ringan
Kehilangan cairan 2 – 5 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit kurang elastis, suara serak, klien belum jatuh pada keadaan syok.
b. Dehidrasi Sedang
Kehilangan cairan 5 – 8 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit jelek, suara serak, presyok nadi cepat dan dalam.
c. Dehidrasi Berat
Kehilangan cairan 8 – 10 % dari berat badan dengan gambaran klinik seperti tanda-tanda dehidrasi sedang ditambah dengan kesadaran menurun, apatis sampai koma, otot-otot kaku sampai sianosis.
PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Pemberian cairan.
b. Diatetik : pemberian makanan dan minuman khusus pada klien dengan tujuan penyembuhan dan menjaga kesehatan adapun hal yang perlu diperhatikan :
• Memberikan asi.
• Memberikan bahan makanan yang mengandung kalori, protein, vitamin, mineral dan makanan yang bersih.
d. Obat-obatan.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan laboratorium.
b. Pemeriksaan tinja.
c. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah astrup, bila memungkinkan dengan menentukan PH keseimbangan analisa gas darah atau astrup, bila memungkinkan.
d. Pemeriksaan kadar ureum dan creatinin untuk mengetahui fungsi ginjal.
e. Pemeriksaan elektrolit intubasi duodenum
untuk mengetahui jasad renik atau parasit secara kuantitatif, terutama dilakukan pada klien diare kronik.
Latest Post
Loading...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ebook kedokteran frontal1st merupakan sebuah blog dofollow. bila anda seorang blogger, maka dengan berkomentar di ebook kedokteran frontal1st anda akan secara otomatis memperoleh backlink cuma-cuma. Namun, sangat diharapkan anda berkomentar dengan bijak.